Yayasan Raudlatul Makfufin

Ayo Merdeka dari Kebakhilan

Bakhil alias kikir atau pelit adalah penyakit hati karena terlalu cinta kepada harta, sehingga tidak mau bersedekah. Padahal segala harta yang dimiliki, termasuk diri kita adalah milik Allah SWT.

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran [3]: 180)

Bakhil alias kikir atau pelit adalah penyakit hati karena terlalu cinta kepada harta, sehingga tidak mau bersedekah. Padahal segala harta yang dimiliki, termasuk diri kita adalah milik Allah SWT. Ketika lahir kita tidak punya apa-apa. Telanjang tanpa busana. Saat mati pun tidak membawa apa-apa kecuali beberapa helai kain yang segera membusuk bersama kita.

Belajar Ketulusan dari Sapi

Ada kisah fiksi yang menarik direnungkan. Seekor ayam mengeluh pada sapi karena kalah populer dengannya. Di supermarket, susu sapi selalu bergambar sapi. Sementara perusahaan yang khusus menjual ayam goreng, justru bergambar kakek tua. Tidak hanya itu, telur ayam yang digoreng ceplok langsung diberi nama telur mata sapi, sementara tidak ada bagian sapi yang diberi label ayam.

Sapi menjawab itu semua karena ketulusannya bekerja bagi manusia. Ayam protes sambil berargumen ia berguna sekali bagi manusia karena dagingnya dimakan dan bulunya menjadi kemoceng (alat pembersih debu). Sapi kemudian menjawab bahwa semua itu dilakukan ayam setelah ia mati. Tidak seperti sapi yang bekerja dan berbuat ketika ia masih hidup.

Dari kisah ini, kita dapat mengambil hikmahnya. Bahwa berbuat baik itu harus dengan hati yang tulus, dan sebisa mungkin dilakukan selama masih hidup. Karena, berbuat untuk kebaikan bagi agama dan kebahagiaan orang lain, menjadikan seseorang mulia dan bahagia.

Kisah Qarun yang Tamak

Pada zaman Nabi Musa ada seorang saudagar kaya raya bernama Qarun. Kunci harta kekayaannya sangat banyak, sehingga memerlukan puluhan orang untuk membawanya. Setiap penduduk bahkan ingin seperti Qarun.

Tetapi, Qarun tidak mau menggunakan hartanya membantu orang lain. Ia sangat kikir dan tamak. Ketika diminta mengeluarkan zakat, ia menolak. Dengan pongahnya Qarun berkata: “Buat apa mengeluarkan sebagian hartaku untuk membayar zakat? Bukankah harta kekayaan yang aku miliki adalah hasil jerih payahku sendiri?! Enak saja mengeluarkan zakat untuk orang lain! Apalagi orang lain itu tidak memberi manfaat pada harta yang kumiliki.”

Tentu saja jawaban Qarun tersebut membuat kecewa orang-orang yang tinggal di sekitarnya. Mereka berharap agar Allah memberi peringatan kepada orang sombong dan kikir itu. Namun, Allah tidak segera menimpakan azab untuk Qarun. Allah bahkan mengujinya dengan kekayaan yang semakin melimpah. Ada saatnya Allah akan menarik kembali apa yang diberikan-Nya kepada Qarun. Namun, Qarun tidak menyadari hal itu. Ia semakin terlena dengan kehidupan duniawi.

Janji Allah pun terbukti. Setelah beberapa kali Qarun tidak mau mengeluarkan zakat, sedekah, dan infak, bahkan tidak mau menolong orang miskin dan yatim piatu, azab Allah tiba. Qarun, keluarganya, serta handa benda yang dimilikinya ditelan bumi dalam peristiwa gempa bumi. Saat itu, tidak satu orang pun dapat menolongnya. Hanya Allah yang kuasa menolong.

Qarun lupa harta benda yang dimilikinya datang dari Allah. Jika Allah menghendakinya, sekejap harta benda yang dimiliki Qarun akan lenyap. Qarun pun tinggal menunggu hisab dari Allah. Harta benda yang dimilikinya menjadi api serta membakar diri dan seluruh keluarganya. Itulah balasan bagi orang-orang yang kikir dan tamak seperti Qarun.

“Maka, Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. al-Qashash [28]: 81).

Kesulitan dan Kemudahan adalah Ujian

Satu pelajaran berharga dari kisah Qarun, yakni siapa pun yang pongah, kikir dan durhaka, lambat laun pasti binasa. Selain itu, Allah SWT mengingatkan kita—baik kesulitan atau kemudahan—bahwa kemiskinan atau kemewahan semuanya adalah ujian (QS. al-Anbiya [21]: 35).

Betapa banyak orang selamat diuji kemiskinan dan kesulitan. Tetapi sedikit yang selamat ketika diuji dengan kemewahan dan kemegahan. Tidak jarang yang terjadi sebaliknya. Ketika ditimpa kemewahan dan kemegahan, justru membuat orang durhaka, pongah, dan binasa.

Kisah orang-orang jahat yang dicantumkan dalam al-Quran, hampir semuanya contoh mereka yang tidak mampu diuji dengan kemegahan. Firaun dan Qarun contohnya. Bahkan, bukankah Qarun sendiri ketika miskin, ia adalah orang baik dan saleh? Namun, ketika sudah kaya raya, ia menjadi orang durhaka. Naudzubillah. Oleh karena itu, semoga kita tidak lupa dan tidak durhaka dengan kekayaan yang dimiliki saat ini. Ingat, kekayaan juga adalah ujian dari Allah.

Kekuatan Positif Sikap Dermawan

Donald Moynihan, seorang professor di La Follette School of Public Affairs, dalam penelitiannya yang diterbitkan di jurnal American Review of Public Administration menyatakan, semakin banyak penelitian yang menunjukkan power (kekuatan positif) dari altruism (pengorbanan diri untuk membantu orang lain) adalah sangat luar biasa. Dia pun berkesimpulan bahwa membantu orang lain membuat pelakunya semakin bahagia.

Penelitian lainnya yang dilaksanakan oleh tim ‘Proceedings of the National Academy of Science’ mengantarkan pada kesimpulan jika kedermawanan mengantarkan pada kesuksesan. Kesimpulan yang relatif sama disampaikan oleh Alexander Stewart, peneliti kedermawanan dari University of Pensylvania. Bahkan bukan hanya kesuksesan yang akan digapai oleh para dermawan, Michael J. Poulin, asisten professor psikologi dari University of Buffalo, menyatakan stres dan kematian usia muda akan semakin menjauh dari mereka yang berjiwa dermawan.

Begitu dahsyatnya korelasi kedermawanan dengan kebahagiaan, kesuksesan dan kesehatan seseorang, maka wajarlah kalau al-Quran dan al-Hadis menjadikan kedermawanan sebagai salah satu tema pokok. Sering diulang-ulang narasinya dengan bermacam bentuk. Penghargaan (reward) yang Allah janjikan kepada para dermawan, diungkapkan dalam bahasa yang sangat gambling. Mulai dari penggantian dengan yang lebih baik (QS. 2:272, QS. 34:39), pertambahan keberkahan sampai pada bentuk balasan yang di luar perkiraan logika (QS. 2:245, 254, 261, 262).

Tidak mengherankan Rasulullah saw menjadikan kedermawanan sebagai salah satu kebiasaan hariannya. Tidak pernah ada orang meminta kepada beliau yang pulang dengan tangan hampa, tanpa adanya pemberian darinya. Rasulullah juga tidak pernah memberikan sesuatu kepada orang lain kecuali yang terbaik. Sangat tepat sekali ketika beliau menganjurkan umatnya untuk menjauhi sifat bakhil dan membiasakan diri bersifat dermawan. Kita pun selayaknya mencontoh sifat mulia tersebut. InsyAllah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;