Yayasan Raudlatul Makfufin

Sejarah Yayasan Raudlatul Makfufin

1980

Pada tahun 1980, sebuah perkumpulan dari para calon pendiri Yayasan Raudlatul Makfufin terjadi di kediaman KH. Abdul Ghoni di Condet Jakarta Timur. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa pembinaan agama bagi tunantera perlu diwujudkan dengan lebih masif dan intensif. Ide tersebut kemudian mengarah pada pembentukan cikal bakal yayasan dalam bentuk sebuah pergerakan ‘Pengajian Keliling’ yang diinisiasi oleh almarhum Raden Halim Saleh. Untuk mengumpulkan anggota jama’ah, dengan setia sang istri turut mendampingi R. Halim Saleh berkeliling ke berbagai wilayah untuk merekrut para tunanetra agar mereka bisa mengaji al-Qur’an. Bahkan, keperluan rumah tangga pribadi R. Halim Saleh disumbangkan untuk keperluan transportasi ke berbagai tempat. Pengajian keliling kemudian diikuti oleh 9 orang yang terdiri dari 2 orang awas dan 7 orang tunanetra. Dua diantara 7 orang tunanetra ini adalah almarhum R. Halim Saleh dan Ahmad Joni Watimena, yang merupakan para pendiri Yayasan Raudlatul Makfufin kelak. Tanjung Priok, Jakarta Utara dan  Cengkareng, Jakarta Barat menjadi dua wilayah diantara tempat-tempat dimana kegiatan Pengajian Keliling dilaksanakan.

Kegiatan pengajian keliling ini kemudian mendapatkan dukungan dari Direktur Utama Tiki, Bapak Suprapto Suparno yang menyediakan tempat bagi kegiatan tunanetra. Selain itu, beliau juga turut memberi dana sebesar Rp 250.000,- setiap bulannya untuk operasional kegiatan. Di tempat ini, pengajian al-Qur’an tunanetra menjadi lebih terfokus dan kondusif karena fasilitas yang tersedia lebih mendukung. Pengajian al-Qur’an adalah fokus utama meskipun ketersediaan al-Qur’an braille masih sangat minim dan terbatas. Para jama’ah bergantian dalam menggunaan al-Qur’an saat belajar mengaji. Adapun bahan al-Qur’an braille yang dipakai kala itu adalah kertas plastik.

1983

Pada tahun 1983, almarhum Raden Halim Saleh mengusulkan agar perkumpulan tersebut diresmikan seiring dengan jumlah jama’ah pengajian keliling yang terus meningkat. Ahmad Joni Watimena menjadi orang yang kemudian menuangkan secara tertulis ide-ide almarhum Raden Halim Soleh. Dengan bantuan salah seorang anggota DPR RI dari fraksi PPP, yaitu almarhum Bapak Sa’ad Samlan, perkumpulan pengajian ini didanai untuk dilegalisasi melalui notaris Bapak Simon SH di Menteng, Jakarta Pusat. Dengan akta noratis ini, Yayasan Raudlatul Makfufin kemudian didirikan secara resmi oleh Raden Halim Saleh pada tanggal 26 November 1983.

Yayasan Raudlatul Makfufin sendiri didirikan dengan sejumlah dasar pemikiran. Pertama, di Indonesia saat itu layanan pendidikan bagi tunanetra hanya tersedia sampai tingkat SMP, dan pendidikan agama juga hanya tersedia di sekolah saja. Dengan demikian, ketika pendidikan di tingkat SMP sudah tuntas didapatkan oleh tunanetra, mereka tidak lagi berkesempatan untuk memperoleh pendidikan umum maupun keagamaan di lembaga pendidikan formal pada tingkat SMA atau sederajat. Faktor pendorong kedua adalah maraknya Muslim tunanetra yang berpindah agama disebabkan oleh faktor ekonomi. Di samping itu, berpindah keyakinan ini juga terdorong karena minimnya pembinaan agama di kalangan tunanetra Muslim. Ketiga, Yayasan diharapkan menjadi syifa, yaitu obat, bagi mentalitas para penyandang tunanetra dimana, pada dasarnya, fenomena ketunanetraan merupakan beban kehidupan yang perlu ditangani dan dihadapi secara tepat. Hal ini diwujudkan oleh Yayasan melalui penyelenggaraan pembinaan agama semaksimal mungkin agar meskipun teman-teman tunanetra telah buta di dunia, namun mereka tidak buta di akhirat.

Pelaksanaan kegiatan tunanetra menjadi fokus utama dan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama di kediaman pendiri utama yayasan, yaitu almarhum Raden Halim Saleh. Anggota pengajian kala itu mencapai 30 orang. Di setiap hari Minggu kegiatan pengajian secara rutin berlangsung, dan Ibu Saleh, istri almarhum, dengan setia mendukung setiap pertemuan yang digelar di rumah beliau dengan memberikan jamuan bagi para jama’ah pengajian. Rumah kediaman almarhum R. Halim Saleh menjadi sekretariat pertama yayasan yang beralamat di Jl. R. H. Ismail, No. 24, RT 07/03, Kp. Lio, Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Setiap hari minggu, kajian diselenggarakan dari jam 9 pagi sampai menjelang ashar. Almarhum Raden Halim Saleh menjadi satu-satunya guru pengajar al-Qur’an braille di kegiatan pengajian al-Qur’an tunanetra yang ada saat itu.

1984

Sekitar 300 meter dari sekretariat yayasan, di daerah kampung Jawa Jatinegara Kaum, tepatnya di sebrang Pool bis Hiba, terdapat sebuah gedung madsarah lama yang sudah tidak terpakai. Setahun setelah yayasan berdiri, kegiatan pengajian kemudian pindah ke gedung madrasah tersebut. Di tahun ini, jumlah jamaah meningkat menjadi 50 orang dan kegiatan pengajian keliling telah diwadahi oleh sebuah organisasi internal yayasan yang bernama IKJAR  (Ikatan Jama’ah Raudlatul Makfufin). Kegiatan IKJAR berjalan di gedung madrasah tersebut selama kurang lebih 3 tahun lamanya, sampai tahun 1987. Pada tahun yang sama, kegiatan pengajian pindah kembali ke sekretariat pertama yayasan di kediaman almarhum R. Halim Saleh.

1987

Semakin lama, rumah almarhum sudah tidak lagi memuat jama’ah pengajian yang hadir. Bahkan, kamar dan dapur dipergunakan oleh para jama’ah sebagai tempat mengaji karena ruangan sekretariat tidak lagi memadai. Banyaknya jama’ah mengundang sejumlah relawan dari PTIQ yang diantaranya adalah almarhum Bapak Nur Kholik yang kelak menjadi ketua periode kedua kepengurusan Yayasan Raudlatul Makfufin, dan juga ustadz Muhyi Khaieruddin yang kelak menjadi bagian dari dewan pengawas yayasan.

Pada tahun yang sama, bergabung seorang tunanetra, yaitu Bapak Bambang Basuki yang berkerabat dekat dengan Ibu Tati, seorang relawan dari sebuah lembaga bernama Braille Group/Dia Netra yang fokus pada pengetikan buku-buku braille. Bapak Bambang juga merupakan pegawai di lembaga tersebut. Sementara itu, Ibu Tati merupakan anak dari Bapak Munawir Sjadzali, menteri agama RI kala itu. Di kediaman Bapak Menteri Agama di daerah Cinere Depok, pengurus Yayasan berkesempatan melakukan pertemuan, dan kemudian ditawarkan sebuah fasilitas gedung yang dibangun di atas tanah milik UIN Jakarta untuk kegiatan Yayasan Raudlatul Makfufin.

1991

Pada tahun 1991, gedung yang beralamatkan di Jl. Kertamukti, Ciputat, Jakarta Selatan, telah usai didirikan dan diresmikan langsung oleh Bapak Munawir Sjadzali dengan bantuan dana dari Kementerian Agama RI. Di tempat ini, kegiatan Yayasan berkembang dengan mengadakan program pra-pesantren dimana sejumlah santri memperoleh pembelajaran keagamaan dan fasilitas untuk menginap. Diantara santri-santri angkatan pertama yang mengikuti kegiatan pra-pesantren adalah Ikhwanul Hakim, almarhum Bambang Setiawan, Anas Bin Alik dan Budi Santoso. Pada masa berikutnya, gedung ini kemudian difungsikan oleh UIN Jakarta untuk mendirikan Fakultas Psikologi.

1996

Almarhum R. Halim Saleh lalu merasakan bahwa meskipun santri tunanetra sudah banyak yang mempelajari al-Qur’an braille, di sisi lain ketersediaan al-Qur’an braille itu sendiri masih sangat terbatas. Tercetuslah ide dari almarhum bahwa Yayasan Raudlatul Makfufin perlu berkontribusi pada produksi dan pencetakan al-Qur’an braille di Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pada tahun 1996 direkrut 10 orang guru awas dari SLB Lebak Bulus Jakarta untuk mengetikan al-Qur’an braille dan membuat databasenya di dalam komputer. Setelah sekian lama proses pengetikan al-Qur’an braille pada fase pertama berjalan, tersisa dua orang, yaitu Ibu Kartini dan Ibu Iis yang masih konsisten bergabung pada proses komputerisasi al-Qur’an braille.

1998

Pada tahun 1998, bergabung salah seorang lulusan santri dari pesantren Pare, Kediri, bernama Zainal. Dengan kecakapan bahasa Arab dan Inggris yang cukup baik. almarhum R. Halim Saleh kemudian melatih Zainal untuk membaca dan menulis braille latin dan Arab. Secara perlahan, pengetikan al-Qur’an braille melalui media komputer disempurnakan oleh Zainal dan tuntas proses penginputan data tersebut di tahun 1999. Sejumlah santri dari generasi awal IKJAR yang berjumlah sekitar enam orang turut terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembacaan dan pengecekan al-Qur’an braillenya. Tantangan yang timbul selanjutnya berkenaan dengan bagaimana proses pencetakan al-Qur’an braille dapat dilakukan setelah databasenya tersedia.

1998-2000

Pada tahun yang sama, proposal yang ditujukan untuk pengadaan wakaf printer braille disusun dan memperoleh respon positif dari Ibu Ainun Habibi dari Habibi Centre. Ibu Ainun lalu memberikan bantuan dana yang kemudian dipergunakan untuk membeli printer braille merek Versapoint single-sided dengan kecepatan 30 cps (character per second) dan untuk pencetakan al-Qur’an braille. Di tahun berikutnya, melalui dana bantuan dari BPDONHI (Badan Pengelola Dana ONH) Departemen Agama RI, Yayasan Raudlatul Makfufin mampu membeli printer dobule-sided Juliet dengan kecepatan 60 cps.  Satu tahun setelahnya, tepatnya pada tanggal 13 Desember 2000, Yayasan Raudlatul Makfufin meluncurkan al-Qur’an braille pertama di kampus Asy-Syafi’iyah Jakarta bersama H. Tuti Alawiyah dengan tanda tashih al-Qur’an yang diperoleh tahun 1999 dari Lajnah Pentashihan Mushaf Departemen Agama RI.

2005

Pada periode berikutnya, kemampuan printer Juliet sudah tidak lagi memadai untuk mencetak al-Qur’an braille dalam skala besar. Yayasan Raudlatul Makfufin kemudian berinisiatif untuk kembali melakukan penggalangan dana yang ditujukan untuk pengadaan mesin cetak printer braille yang baru. Niatan ini kemudian terwujud dengan diberikannya sebuah unit mesin cetak braille dengan merek Braillo 400 dari Departemen  Pendidikan dan Kebudayaan RI pada bulan Desember tahun 2005. Almarhum R Halim Saleh, sebagai inisiator dari program wakaf tersebut, telah berpulang ke rahmatullah pada 25 Mei 2005 sebelum dapat melihat cita-cita pengadaan wakaf printer braille tersebut terwujud, dan kepengurusan yayasan dilanjutkan oleh almarhum Bapak Nur Kholik.

2006

Pada tahun 2006, Yayasan Raudlatul Makfufin bekerjasama dengan Bunda Lea Irawan dari ESQ untuk mencetak al-Qur’an braille sebanyak 40 set. Bunda Ningrum dari Darut Tauhid Jakarta yang juga merupakan alumni dari ESQ kemudian turut menyebarluaskan gerakan wakaf al-Qur’an braille yang digalakan oleh Yayasan Raudlatul Makfufin kepada masyarakat Muslim secara lebih luas, serta menjadi penggerak penggalangan dana bagi program wakaf al-Qur’an braille yang dicanangkan oleh Yayasan Raudlatul Makfufin.

2007

Atas prakarsa dari almarhum Bapak Nur Kholik, ketua periode kedua Yayasan Raudlatul Makfufin, pihak yayasan ditunjuk oleh Departemen Agama RI untuk mencetak al-Qur’an braille sebanyak 1000 set. Hasil dari pencetakan ini kemudian dikirim oleh Kemenag RI bagi tunanetra di seluruh Indonesia. Dalam kurun waktu 1 bulan, target penyelesaian pencetakan al-Qur’an ini kemudian selesai dilaksanakan. Diantara tim yang terlibat pada pengerjaan pencetakan 1000 set al-Qur’an braille ini adalah Achmad Wahyudi yang kelak diangkat menjadi kepala Unit Percetakan Braille Yayasan Raudlatul Makfufin.

2009

Di tahun 2009, pemerintah mengeluarkan aturan bahwa aset negara tidak dapat dipergunakan oleh pihak-pihak swasta. Termasuk di dalamnya adalah fasilitas dan aset UIN Jakarta yang kala itu dipergunakan bagi sekretariat Yayasan Raudlatul Makfufin. Pada saat yang sama, UIN Jakarta memerlukan lokasi baru untuk perluasan program-program kampus dimana gedung yayasan kemudian dimanfaatkan bagi penyelenggaraan Fakultas Psikologi UIN Jakarta.

Bersama Bunda Lea Irawan, Yayasan Raudlatul Makfufin mulai membangun rencana dan strategi baru untuk mencari gedung pengganti sekretariat lama yang kini dipakai oleh UIN Jakarta. Pada fase ini, dari pihak UIN Jakarta yang dimotori oleh Prof. Komaruddin Hidayat, dukungan rencana perpindahan gedung sekretariat Yayasan yang baru diawali dengan adanya sejumlah dana yang diberikan oleh pihak UIN untuk proses perpindahan. Saat itu, pihak Yayasan masih belum memiliki lahan tanah untuk ditempati. Atas prakarsa Bunda Lea Irawan melalui jejaring alumni ESQ, Yayasan Raudlatul Makfufin kemudian mendapatkan sebidang tanah wakaf seluas 1000m2 dari Bapak Marzuki Usman yang berlokasi di kampung Jati, Buaran, Serpong, Tangerang Selatan.  

2010

Setelah yayasan menjadi nadzir atas tanah wakaf dari Bapak Marzuki Usman, penggalangan dana yang dimotori oleh Bunda Lea Irawan dan Prof. Komarudin Hidayat terus berlangsung. Secara bertahap, proses pembangunan gedung terus berjalan, dan pada tahun 2010, Yayasan Raudlatul Makfufin kembali memiliki gedung sekretariat baru yang diresmikan oleh Prof. Komarudiin Hidayat melalui penandatanganan sebuah prasasti pada tanggal 17 Januari 2010. Sementara itu, pada periode perpindahan setelah IKJAR meninggalkan gedung UIN dan berpindah ke gedung baru di Kp. Jati, Buaran, Serpong, tempat dilaksanakannya pengajian mingguan sempat dialihkan ke salah satu masjid di kawasan Cireundeu.

2012

Pada tahun 2012, kepengurusan yayasan dipimpin oleh Bapak Ade Ismail untuk menggantikan kepemimpinan yayasan oleh almarhum Bapak Nur Kholik. Dengan mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 tahun 2001 tentang yayasan, seluruh yayasan di Indonesia dituntut untuk melakukan sejumlah penyesuaian, termasuk di dalamnya berkenaan dengan struktur kepengurusan. Dengan diangkatnya Bapak Ade Ismail sebagai ketua yayasan ketiga, Yayasan Raudlatul Makfufin mengesahkan kembali lembaganya melalui pembuatan akta noratis pendirian no. 7, tanggal 21 Maret tahun 2021, dengan notaris Ny. Henny Hendarti Sasonggko SH di Ciputat, Tangerang Selatan.

2016

Dalam perjalanannya, karena proses kaderisasi tunanetra melalui program pra-pesantren yang diwadahi oleh IKJAR dirasa belum cukup membawa hasil yang memuaskan, pada tahun 2016 Yayasan Raudlatul Makfufin berinisiasi melakukan pendirian sekolah formal bagi tunanetra. Drs. Ngatija menjadi kepala sekolah pertama di sebuah sekolah yang didirikan oleh Yayasan dengan nama Sekolah Khusus Islam Terpadu (SKh-IT) Yarfin dengan Ahmad Joni Watimena, pendiri yayasan, yang juga didaulat menjadi wakil kepala sekolah. Pada tahun 2018, Sekolah Khusus Islam Terpadu Yarfin mendapatkan izin operasional yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah provinsi Banten dengan nomor 570/17-OPSK.Dindik/DPMPTSP/IV/2018.

Di sisi lain, Yayasan Raudlatul Makfufin tetap melanjutkan kiprahnya dalam pengembangan al-Qur’an braille di taraf nasional maupun internasional. Pada satu kesempatan, Yayasan Raudlatul Makfufin berkesempatan untuk hadir dan berpartisipasi pada kegiatan konferensi braille internasional yang diadakan di Turki. Bunda Lina Liputri dan Buna Lea Irawan yang menjadi bagian dari dewan penyantun yayasan, turut serta pada agenda pertemuan tersebut mendampingi dan mensukseskan kiprah Yayasan Raudlatul Makfufin pada ajang internasional yang dihadiri oleh organisasi-organisasi tunanetra dari berbagai negara.

2017

Pada tahun 2017, kepengurusan yayasan kembali melakukan rotasi kepemimpinan dengan Bapak Budi Santoso sebagai ketua yayasan baru generasi keempat menggantikan Bapak Ade Ismail yang kemudian diangkat menjadi kepala sekolah menggantikan Drs. Ngatija. Dengan diresmikannya SKh-IT Yarfin, sekolah kemudian mengajukan akreditasi dan mendapatkan peringkat B. Pada tahun 2018, tahun yang sama dimana SKh-IT resmi mendapatkan izin operasional, kegiatan pesantren di bawah lembaga Pesantren Raudlatul Makfufin yang juga merupakan pengembangan dari kegiatan pra-pesantren IKJAR mendapatkan izin operasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama Kantor Kota Tangerang Selatan dengan nomor statistik pondok pesantren (NSPP) 510036080057.

2019

Pada fase ini, layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan terfokus pada kegiatan sekolah dan pesantren tunanetra. Untuk mengantisipasi keperluan tambahan fasilitas untuk kegiatan pendidikan, pada November 2016 atas nama Yayasan Bapak Ade Ismail selaku ketua membeli dua bidang petak tanah seluas 151 m2. Tanah ini kemudian dimanfaat untuk pembangunan asrama pesantren dimana proses pembangunannya rampung pada tahun 2019 dan diresmikan bersamaan dengan milad yayasan Raudlatul Makfufin yang ke-36. Alternatif ini diambil karena rencana renovasi gedung yayasan untuk ditingkatkan menjadi dua lantai terkendala karena proses sertifikasi tanah wakaf belum tuntas, namun masih tetap berjalan. Satu tahun setelahnya, prestasi lain ditorehkan oleh Yayasan Raudlatul Makfufin di bawah kepemimpinan Bapak Budi Santoso dimana tepat pada Mei 2021 yayasan berhasil menyukseskan wakaf pengadaan mesin cetak braille tipe Braillo 300 untuk kepentingan program wakaf al-Qur’an dan buku-buku Islam braille bagi tunanetra di seluruh penjuru Indonesia melalui unit percetakan braille yang dimpimpin oleh Achmad Wahyudi.

2021

Di sisi lain, bersamaan dengan kendala renovasi gedung sekretariat yayasan yang masih terkendala dengan proses legalisasi tanah wakaf, Bunda Lina Liputri dari dewan penyantun yayasan memiliki kekhawatiran tersendiri. Apabila renovasi gedung tetap dilaksanakan, namun legalisasi tanah wakaf belum tuntas, dikhawatirkan status gedung yang telah direhab akan menemukan sejumlah kendala di lain waktu. Dengan dasar ini, Bunda Lina Liputri kemudian menyampaikan niatan tulusnya di tahun 2016 untuk membangunkan gedung pesantren dan sekolah di atas sebidang tanah yang beliau miliki sendiri. Atas izin Allah swt., gedung baru bagi sekolah dan pesantren tunanetra yang beralamatkan di Jl. Masjid Al-Latif, Kademangan, Setu, Tangerang Selatan akan diresmikan dan diwakafkan oleh Lina Li Foundation, sebuah Yayasan yang dipimpin oleh Bunda Lina Liputri, kepada pihak Yayasan Raudlatul Makfufin pada 27 November 2021 bersamaan dengan acara Milad ke-38 Yayasan Raudlatul Makfufin. Di tahun yang sama, IKJAR yang merupakan cikal bakal kiprah awal yayasan bagi Muslim tunanetra memperoleh izin tanda daftar sebagai Majles Ta’lim dari Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan dengan nomor daftar 28.08.25.08.2058 di bawah pimpinan Bapak Agus Hermanto.

;