Yayasan Raudlatul Makfufin

Sifat Malu

Salah satu cabang dari banyak cabang iman adalah sifat malu. Artinya, jika seseorang memiliki sifat malu, imannya berada dalam tahap selamat. Hal ini dikarenakan orang yang tidak memiliki sifat malu, maka mereka akan tenggelam dalam setiap perbuatan yang keji dan mungkar. Ada banyak hadits malu yang bisa Anda ketahui dan pelajari, agar selalu memiliki sifat malu yang baik.

Beberapa Hadits Malu

1. Kuatkan Imanmu, Peliharalah Rasa Malu

Dari Abu Hurairah Radhiyallohu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً, فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ, وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ, وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ

“Iman itu ada tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Maka iman yang paling utama adalah ucapan ‘Laa Ilaaha Illallaah’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah cabang dari Iman.” (HR: Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa malu merupakan akhlak yang utama. Mengenai sifat malu, Ibnul Qoyyim mengatakan malu berasal dari akar kata Al-Hayaat yang berarti hidup. Sejauh mana hidupnya hati maka sejauh itu juga kekuatan sifat malunya.

Sedikitnya malu merupakan bagian dari matinya hati dan ruh. Ketika hati tersebut hidup, niscaya akan sempurna sifat malu. Hakikat malu ialah meninggalkan perkara yang buruk dan meninggalkan kebiasaan yang bisa menyia-nyiakan kewajiban pemilik hak.

 

2. Jika tak Malu, berbuatlah sekehendakmu

Malu kepada Allah yaitu dengan menjauhkan diri dari perkara-perkara yang dilarang oleh Allah, baik itu ketika ada orang lain maupun saat sendiri.

Malu kepada Allah seperti itu adalah malu yang didapatkan melalui proses mengenal Allah, mengenal keagungan-Nya, merasakan kedekatan-Nya, merasa diawasi oleh-Nya dan kesadaran bahwa Allah selalu mengetahui apa yang tersimpan dalam hati manusia. Malu seperti itu merupakan derajat tertinggi dari suatu iman, bahkan malu adalah derajat ihsan yang paling tinggi.

Sebagaimana dikatakan dalam suatu hadits:
الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihat-Mu.

Ibnu Abbas berkata;

الَحيَاءُ وَالإِيْمَانُ فِي قَرْنٍ، فَإِذَا نَزَعَ الْحَيَاءُ تَبِعَه ُالآخر

“Iman dan malu adalah satu kesatuan. Jika malu telah lepas maka akan diikuti iman.

Hadits dan atsar tersebut menjelaskan bahwa orang yang telah hilang sifat malu, maka tidak ada lagi yang menghalanginya untuk berbuat tercela, tidak sungkan melakukan yang haram, dan tidak takut terhadap dosa.

 

3. Siapa masih punya malu, tanda dia masih beriman

Diantara bentuk malu yang pertama yaitu malunya seorang hamba kepada Tuhannya. Kedua adalah malunya seseorang kepada sesama. Adapun malu kepada Allah, Rasulullah telah dijelaskan dalam hadits malu yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi secara marfu bahwa beliau pernah bersabda:
« استحيوا من الله حق الحياء » . قالوا: إنا نستحيي يا رسول الله. قال: « ليس ذلكم. ولكن من استحيا من الله حق الحياء فليحفظ الرأس وما وعى، وليحفظ البطن وما حوى، وليذكر الموت والبلى. ومن أراد الآخرة ترك زينة الدنيا، فمن فعل ذلك فقد استحيا من الله حق الحياء »

“Malulah kalian kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya” Para sahabat berkata; “Sungguh kami malu (kepada-Nya) wahai Rasulullah” Beliau bersabda; “Bukan itu, orang yang malu kepada Allah dengan sebenarnya hendaknya menjaga kepala dan yang berada di sekitar kepala; menjaga perut dan apa saja yang masuk ke perut; menjaga kemaluan, dua tangan, dan dua kaki. Dan hendaklah ia mengingat mati dan kehancuran. Barangsiapa yang menginginkan akhirat, niscaya ia meninggalkan perhiasan hidup di dunia dan lebih mementingkan akhirat dari pada dunia. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka sungguh ia telah malu kepada Allah dengan sebenarnya.”

Dalam sebuah atsar dikatakan:

من استحيا من الله استحيا الله تعالى منه

“Barangsiapa yang malu kepada Allah, Allah pun malu kepadanya.

Malunya Allah kepada hamba ialah malu apabila hambanya berdoa dan memohon kepadanya untuk tidak mengabulkannya dan malu untuk mengazab hambanya jika berbuat maksiat kepadanya.

 

;