Yayasan Raudlatul Makfufin

Hal-hal Pembatal Wudhu

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Tidak sah shalat seseorang yang tidak memiliki wudhu” (HR. Abu Dawud)

Berangkat dari hadits ini kami merasa perlu untuk mengangkat pembahasan “Pembatal- pembatal Wudhu” agar kita semua mengetahui dan memahami hal-hal yang membatalkan wudhu. Sehingga ketika shalat kita merasa yakin shalat kita sah karena kita masih memiliki wudhu.

Hal-hal yang membatalkan Wudhu:

1. Keluarnya air kencing, tinja atau angina dari dua lubang (qubul dan dubur)

Ulama telah bersepakat bahwasanya air kencing dan tinja yang keluar dari dua lubang tersebut membatalkan wudhu, berdasarkan firman Alloh Ta’ala:

“…atau salah seorang di antara kalian kembali dari tempat buang air (kakus)…”  (QS. al-Maidah:6)

Lafazh  minalghooith di sini merupakan kinayah (sindiran) dari membuang hajat, baik itu buang air besar maupun kecil.

Adapun apabila keluarnya dari selain dua lubang-seperti perut-maka para ulama berselisih  pendapat.  Barangsiapa  yang  memperhatikan  dzatnya  semata,  mereka mengatakan: “Semua benda najis yang keluar dari tubuh membatalkan wudhu walaupun keluarnya dari selian dua jalan.” Dan barangsiapa yang memperhatikan jalan keluarnya semata, mereka mengatakan: “Semua benda yang keluar daru dua lubang membatalkan wudhu walaupun yang keluar benda yang suci seperti batu atau yang lainnya.

Demikian juga angina yang keluar dari lubang belakang (dubur) baik dengan suara atau tidak, ulama telah bersepakat bahwa ia membatalkan wudhu.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata : “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: ‘Alloh tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian apabila dia batal sehingga dia berwudhu.’” Berkatalah seorang laki-laki dari Hadramaut: “Wahai Abu Hurairah, apa itu pembatal (wudhu)?” Abu Hurairah radhiallahu ‘ahu menjawab: “Angin yang keluar tanpa suara atau angin yang keluar dengan suara.”  (HR. Bukhori dan Muslim)

2. Mengeluarkan air mani, wadi dan madzi

Tentu kita semua telah mengetahui apa yang dinamakan air mani, yaitu air yang darinya diciptakan anak manusia. Ulama telah bersepakat bahwa mengeluarkan air mani membatalkan wudhu, bahkan wajib baginya untuk mandi. Setiap hal yang mewajibkan mandi, berarti hal itu juga membatalkan wudhu. (Lihat Shohih Fiqhus Sunnah 1/127, cet. Maktabah Taufiqiyyah)

Adapun  air  madzi  adalah  air  berwarna  putih,  encer  dan  lengket,  keluar  ketika seseorang naik syahwatnya, seperti ketika bercumbu, membayangkan jima’ atau yang lainnya. Keluarnya air madzi tidak dengan memancar/menyemprot dan tidak di kuti rasa lemas. kadang-kadang seseorang tidak merasa dengan keluarnya. Terjadi pada kaum laki- laki  dan  wanita,   tetapi  kaum  wanita   lebih   banyak   mengeluarkan  air   madzi  jika dibandingkan kaum laki-laki. (Lihat Syarh Shahih Muslim lin Nawawi 3/204, cet. Darul Ma’rifah,1420 H).

Mengeluarkan air madzi membatalkan wudhu.

Dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Saya adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan air madzi, maka saya memerintahkan seorang laki-laki untuk bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam karena kedudukan anak perempuannnya. Kemudian dia  bertanya.  Kemudian Rasulullah Shalallahu  ‘alaihi wassalam  menjawab:

Berwudulah dan basuhlah kemaluanmu.’”  (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun air wadi adalah air berwarna putih, kental, keluar setelah kencing. (Lihat al- Wajiz hlm.19,cet. Dar Ibnu Rojab,1416H)

Mengeluarkan  air  wadi  juga  membatalkan  wudhu.  Abdulullah  bin  Abbas  radhiallahu’anhuma berkata:

“Mani, wadi dan madzi. Adapun mani, ia mewajibkan mandi. Sedangkan wadi dan madzi, “dia berkata: “Basuhlah kemaluanmu dan berwudhulah seperti wudhumu untuk shalat.” (HR.Baihaqi 1/115)

3. Tidur lelap sampai hilang kesadaran

Tidur lelap membatalkan wudhu secara mutlak berdasarkan pendapat yang kuat, baik tidur  dalam keadaan berdiri, duduk,  berbaring,  rukuk,  sujud atau  yang  lainnya.  (Lihat Shohih Fiqhus Sunnah 1/132)

Dari Shofwan bin Assal radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan kami apabila kami sedang safar (bepergian jauh) supaya kami tidak melepas sepatu kulit kami (ketika berwudhu) selama tiga hari tiga malam, kecuali dari junub. Akan tetapi dari buang air besar, buang air kecil dan tidur.” (HR. Tirmidzi)

Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Mata adalah pengikat dubur, barangsiapa yang tidur hendaknya  dia berwudhu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, di hasankan oleh Syaikh Albani)

Adapun tidur ringan yang tidak sampai menjadikan hilang kesadaran seseorang, semisal dia masih bisa mendengar suara yang ada di sekitarnya atau dia bisa merasakan bila suatu benda jatuh dari tangannya, tidur yang seperti ini tidak membatalkan wudhu. Karena ketika tidur seperti ini seseorang masih bisa menguasai duburnya.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Telah didirikan shalat. Dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam berbisik-bisik dengan seorang laki-laki. Beliau terus berbisik- bisik sehingga tertidurlah para sahabatnya. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam datang dan shalat bersama mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Para sahabat Rosul Shalallahu‘alaihi wassalam menunggu shalat Isya’ yang terakhir sampai terantuk-antuk kepala-kepala mereka   (lantaran kantuk), kemudian mereka shalat dan tidak berwudhu.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

4. Hilangnya akal

Telah kita ketahui dari pembahasan sebelumnya bahwa tidur lelap membatalkan wudhu. Yang demikian itu dikarenakan orang yang tidur lelap tidak bisa menguasai duburnya lantaran hilang kesadarannya. Maka setiap hal yang menyebabkan hilangnya akal-seperti: mabuk, pingsan, sakit, gila atau yang lainnya-merupakan pembatal wudhu, karena hilangnya akal seperti ini lebih berat jika dibandingkan dengan sekedar tidur. (lihat Shohih Fiqhus Sunnah 1/133)

5. Makan daging unta

Makan daging unta membatalkan wudhu, baik itu dimakan dalam keadaan mentah atau di masak, dipanggang, digoreng, direbus atau yang lainnya. Dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:

“Apakah kami  harus  berwudhu  dari (makan)  daging  kambing?” Rasulullah Shalallahu

‘alaihi wassalam menjawab: “Jika mau berwudhulah dan jika tidak mau tidak usah berwudhu.” Dia bertanya lagi: “Apakah kami harus berwudhu dari (makan) daging unta?” Rasulullah  Shalallahu  ‘alaihi  wassalam  menjawab:  “Ya,  berwudhulah   dari  (makan) daging unta.” (HR. Muslim)

Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ibul Mundzir, Ibnu Khuzaimah dan yang lainnya. Adapun pendapat jumhur (kebanyakan ulama seperti:Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan yang lainnya) menyelisihi pendapat ini. Mereka mengatakan tidak wajib berwudhu dari makan daging unta namun hukumnya sekedar sunnah.

Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, wajib berwudhu dari makan daging unta. Oleh karena itu, Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Pendapat ini (wajib berwudhu dari makan daging unta) dalilinya lebih kuat walaupun kebanyakan ulama menyelisihinya.” (Syarh Shohih Muslim lin Nawawi 4/272, cet. Darul Ma’rifah,1420H)

Inilah yang bisa disampaikan dalam edisi kali ini, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua. Aamiin.

 

;