Yayasan Raudlatul Makfufin

Istilah–istilah Dalam Periwayatan Hadits

 

  1. A.     Pengertian Istilah.

Sebelum seseorang mempelajari/mengadakan penelitian hadits, terlebih dahulu harus mengerti istilah-istilah yang dipakai ulama dalam mempelajari hadits, sehingga akan memudahkan dalam penelitian berikutnya. Istilah-istilah itu merupakan simbol-simbol yang disepakati bersama secara terminologi untuk mengidentifikasi masalah dengan tujuan memudahkan pembahasan berikutnya untuk menunjukan sesuatu yang dimaksud secara simpel dan sederhana, sehingga sampai kepada tujuan yang dimaksud.Kata “istilah” dalam bahasa Arab berasal dari kata : اصطلح يصطلح اصطلا حا diartikan: persesuaian paham dan tidak adanya perselisihan. Jadi, kata istilah mempunyai makna:

 

Kesepakatan sekelompok orang tentang sesuatu yang khusus.

Mustahala Al Hadits adalah :

 

Sesuatu yang disepakati mereka (ahli hadits) dan saling dikenal atau populer di tengah-tengah mereka.

 

Masing-masing disiplin ilmu memiliki istilah tertentu yang disepakati oleh para pakarnya yang tidak sama dalam disiplin ilmu lain, kalaupun ada istilah yang sama tentu artinya beda. Menurut pakar bahasa diartikan suatu perjalanan, jalan, dan kebiasaan. Pakar hadits mengartikannya, sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan.

Definisi ilmu mustahalah al hadits adalah:

 

Ilmu yang mempelajri tentang apa yang diistilahkan ulama hadits dan dikenal menjadi huruf (kebiasaan) di antara mereka.

Istilah-istilah dalam ilmu mustahalah al hadits sangat penting artinya, karena dengan istilah-istilah ini dapat memudahkan pembahasan dan penelitian dalam hadits sebagaimana dalam ilmu lain.

 

  1. Istilah-istilah Dalam Keriwayatan.

Untuk memudahkan definisi istilah-istilah dalam keriwatan, terlebih dahulu diperhatikan contoh kerangka hadits sebagai berikut:

 

 

 

Memberitakan kepada kami musaddad, memberitakan kepada kami Abdul Warits dari Al Ja’di dari Abi Raja’ dari ibnu Abbas dari Nabi bersabda: “Barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya (Amir) maka hendaklah sabar, sesungguhnya barang siapa yang keluar dari penguasa (sultan) satu jengkal maka ia mati jahiliayah.” (HR Al Bukhari)

 

Kerangka hadits di atas terdiri dari 3 komponen, bahwa penyandaran berita oleh Al Bukhari kepada Musaddad dari Abdul Warits dari Al Ja’di dari Abi Raja dari ibnu Abbas dari Nabi disebut: Sanad. Isi berita yang disampaikan bahwa Nabi yaitu tentang barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya… disebut: matan. Sedang pembawa periwatan berita terakhir yang termuat dalam buku karyanya dan disampaikan kepada kita yakini Al Bukhari disebut rawi atau mukharrij.

  1. 1.      Sanad.

Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sandaran, pegangan dan pedoman. Menurut istilah ahli hadits ialah:

 

Mata rantai para perawi hadits yang menghubungkan sampai kepada mattan hadits.

Dalam bidang ilmu hadits sanad itu merupakan salah satu neraca yang menimbang shahih atau dha’ifnya suatu hadits. Andai kata salah satu seorang dalam sand ada yang fasik atau tertuduh dusta atau jika setiap pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu langsung (muttashil) maka hadits disebut dha’if sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. Sanad ini sangat penting dalam hadits karena hadits itu terdiri dari dua unsur yang secara integral tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yakini matan dan sanad.

 

  1. 2.      Lambang Periwatan.

Penyandaran berita yang dilakukan oleh setiap pembawa berita dalam mata rantai sand menggunakan ungkapan kata-kata yang melambangkan pertemuan langsung (muttashil) atau tidaknya. Misalnya:

 

Memberitakan kepada kami/memberikan kepadaku, mengabarkan kepada kami/mengabarkan kepadaku, memberitakan kepada kami/memberitakan kepadaku. Penyampaian periwatan hadits diungkapkan dalam keadaan jika seorang periwayat mendapat hadits secara langsung dan bertemu langsung dari seorang gurunya. Secara umum ungkapan kata-kata periwatan di atas diartikan sama yaitu bertemu langsung, namun kemudian masing-masing mempunyai metodelogis yang khusus. Misalnya, sebagai berikut:

  1. Lambang periwatan                            dipergunakan dalam metode Assama’ artinya seorang murid mendengarkan penyampaian hadits dari seorang guru (Syaikh) secara langsung.
  2. Lambang periwatan                             dipergunakan dalam metode Al Qiro’ah atau Al Ardh, artinya seorang murid membaca dan didengarkan oleh seorang guru, guru mengiyakan jika benar dan meluruskan jika terjadi kesalahan.
  3. Lambang periwatan                       dalam metode ijazah, seornag guru memberikan izin periwatan kepada seorang atau beberapa orang muridnya. Murid yang diberi ijazah untuk menyampaikan periwatan tidak sembarang murid, hanya murid-murid tertentu yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal tersebut.
  4. Lambang periwatan             Ia berkata kepadaku atau           ia menyebutkan kepadaku yang digunakan dalam menyampaikan hadits metode Sam’a Al Mudzakarah yang artinya murid mendengar bacaan guru dalam kontek mudzakarah bukan dalam kontek menyampaikan periwatan yang tentunya tidak siap kedua belah pihak.
  5. Lambang periwatan       hadits yang diriwatkan menggunakan kata ‘an disebut hadits mu’an’anah. Menurut jumhur ulama dapat diterima asal periwayatnya tidak mudallis (penyimpan cacat).

Dari sanad keluarlah kata isnad, menurut bahasa isnad keluar dari kata * artinya menyandarkan dan menurut istilah ialah * artinya mengangkat hadits kepada yang mengatakannya atau yang menukilnya. Dari kata sanad timbul pula istilah musnad dan musnid. Orang yang menerangkan hadits dengan sanadnya disebut musnid sedangkan musnad memiliki 3 pengertian yaitu:

  1. Hadits yang diterangkan sandnya sampai kepada Nabi SAW disebut hadits musnad.
  2. Sesuatu kitab hadits yang pengarangnya mengumpulkan segala hadits yang diriwayatkan leh seorang sahabat dalam satu bab yang diriwayatkan oleh sahabat lain dalam bab yang tersendiri pula, seperti musnad Imam Ahmad.
  3. Hadits yang sandarannya bersambung (muttashil) kepada Nabi SAW (marfu’) \)

 

  1. 3.      Matan.

Kata matan atau Al Matan menurut bahasa berarti keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang asli. Dalam bahasa Arab dikatakan                         = tanah tinggi dan keras              = kitab asal (yang diberikan syarah/penjelasan). Dalam perkembangan karya penulisan ada matan ada syarah, matan di sini dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat dan singkat. Dan syarah di sini dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Hadits sebagai matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama misalnya, Shahih Al Bukhari di syarahkan oleh Al Asqolani dengan nama Fath Al Bari dan lain-lain. Menurut istilah matan adalah :

 Sesuatu kalimat setelah berakhirnya sanad

Definisi lain menyebutkan

Beberapa lafal hadits yang berbentuk beberapa makna.

Matan hadits ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syari’at islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.

 

  1. 4.      Mukharrij atau Perawi Hadits.

Kata mukharij adalah isim fa’il atau bentuk pelaku dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan menampakan, mengeluarkan dan menarik. Maksud mukharrij adalah seorang yang menyebutkan suatu hadits dalam kitabnya dengan sanadnya. Dr. Al Muhdi menyebutkan :

Mukharrij adalah penyebut periwayatan seperti Al Bukhari.

Kata perawi dalam bahasa Arab berasal dari kata riwayah, berarti memindahkan/ menukilkan suatu berita dari seseorang kepada orang lain. Istilah arrawi adalah orang yang meriwayatkan/orang yangmenyampaikan periwayatan hadits dari seorang guru kepada orang lain yang terhimpun ke dalam buku hadits antara sanad dan perawi merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadits pada setiap generasi terdiri dari para perawi. Bagi perawi yang menghimpun hadits ke dalam suatu kitab tadwin disebut dengan perawi dan disebut dengan muddawin. Demikian disebut mukharrij karena ia menerangkan para perawi dalam sanad dan derajat hadits itu ke dalam bukunya.

 

  1. C.     Istilah – Istilah Dalam Kepakaran Hadis

Para imam-imam hadis telah mencapai penguasaan kemampuan yang tinggi dalam bidang hadis, dan mencapai kemampuan hapalan yang luar biasa dalam hadis baik matan dan sanadnya mendapat gelar yang diberikan oleh para ulama sesuai dengan keahlian, kemahiran, dan kemampuan hapalan mereka baik hadis matan dan sanadnya maupun ilmu-ilmunya yakni ilmu hadis Riwayah dan Dirayah. Diantara gelar dalam bidang hadis ialah:

1)      Amir Al Mu’minin.

2)      Al Hakim.

3)      Al Hujjah.

4)      Al Hafizh.

5)      Al Muhaddits.

6)      Al-Musnid.

7)      Thalib Al-Hadits.

 

  1. D.    Berkaitan dengan Generasi Perawi

1)      Thabaqat

Dalam bahasa Thabaqat diartikan kaum yang serupa atau sebaya. Menuut istilah Thabaqat adalah :

Kaum yang berdekatan atau sebaya dalam usia dan dalam isnad atau dalam isnad saja.

Thabaqat  adalah kelompok beberapa orang yang hidup dalam satu generasi atau satu masa dan dalam periwayatan atau isnad yang sama atau sama dalam periwayatan saja misalnya: thabaqat sahabat, tabi’in, dan seterusnya.

2)      Sahabat

Dari segi bahasa sahabat diambil dari kata           dengan makna                  = persahabatan,               dan                =  yang punya atau menyertai jamaknya.

 

Menurut istilah Muhaddistsin sahabat adalah :

 

 

Orang yang bertemu dengan nabi dalam keadaan bragama islam dan mati dalam islam sekalipun dipisah murtad ditengah- tengah menurut pendapat yang benar.

Para ulama berbeda dalam menentukan thabaqat sahabat diantara erka ada yang meluhat dari segi masul islam klebih dahulu, dari segi hijrahnya atau dilihat dalam keikutsertaan kedalam berbagai pperangan penting.

3)      Tabi’in

Tabi’in jamak dari kata tabi’i atau tabi’ yang berati orang yang mengikuti atau berjalan dibelkakang menuerut istilah tabiin adalah sebagai berikut :

 

 

Adalah orang muslim yang bertemu dengan seorang sahabat dan mati dalam  beragama islam.

Jumlah tabi’in tak terhitung karena setiap orang muslim yang bertemu dengan seorang sahabat disebut tabi’in padahal shabat yang ditinggalkan rasullullah lebih dari seratus ribu orang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;