Yayasan Raudlatul Makfufin

Keutamaan Amal Shalih

Amal shalih merupakan suatu bentuk perniagaan yang sangat menguntungkan dan ia ibarat harta ghanimah yang jumlahnya sangat banyak. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ، لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS Fathir [35]: 29-30)

Amal shalih merupakan sebab pendorong (datangnya) kebahagiaan dan menjadi pengusir bagi kesengsaraan. Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl [16]: 97)

Amal shalih juga merupakan sebaik-baik hal yang diharapkan, dan seutama-utamanya simpanan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَن كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ

“Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu, dan barangsiapa yang beramal shalih maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan).” (QS Ar-Rum [30]: 44)

Maksudnya, yaitu (dengan amal shalih itu sejatinya) mereka mempersiapkan, menyediakan, dan mempersembahkan (tempat yang menyenangkan bagi dirinya sendiri di akhirat).

Amal shalih menjamin pelakunya untuk memperoleh kemenangan yang berupa surga, dan memperoleh ridha Allah yang Maha Pengasih. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ، جَزَاؤُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS Al-Bayyinah [98]: 7-8)

Dan bersamaan dengan hati, amal shalih (dijadikan sebagai) tolak ukur oleh Allah untuk melihat (tingkat ketakwaan hamba-hambaNya) dan sarana untuk memperoleh pahala dariNya. Di dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah melihat kepada hati dan amal shalih kalian.”

Amal shalih juga merupakan sebaik-baiknya teman karib dan merupakan sahabat yang paling utama (bagi kita). Di dalam kitab Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Muslim), hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَتْبَعُ المَيِّتَ ثَلاَثَةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ

“Ada tiga perkara yang akan mengiringi seorang yang meninggal dunia. Dua perkara akan kembali, dan hanya satu yang akan tetap tinggal. Perkara yang akan mengiringinya: keluarga, harta, dan amalannya. Namun keluarga dan hartanya akan pulang (meninggalkannya), dan hanya amalannyalah yang akan tetap tinggal (menemaninya).”

Dahulu pernah ditanyakan kepada sebagian orang-orang bijak, “Siapakan teman yang paling setia?” Maka mereka menjawab, “Amal shalih”.

Perhatikanlah baik-baik, bagaimana peran “teman setia” (yaitu amal shalih) tersebut di hari yang penuh kesedihan, yaitu di hari ketika ia didatangkan kepada pelakunya saat berada di dalam kubur. Disebutkan di dalam Musnad Imam Ahmad, dari Al-Barra bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, sebuah hadits yang panjang, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau menyebutkan kondisi mayit saat dimasukkan ke dalam kuburnya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kondisi seorang mukmin, dan bersabda:

وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ، هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ، فَيَقُولُ لَهُ مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ، فَيَقُولُ أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ

“Dan datang kepadanya seorang laki-laki yang berwajah tampan, berpakaian rapi, dan wangi aromanya, kemudian ia berkata, “Berbahagialah dengan hal yang membuatmu senang. Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepadamu.” Maka seorang mukmin itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan.” Maka ia pun menjawab, “Aku adalah amal shalihmu.””

Lihatlah betapa menyenangkannya keadaan orang mukmin tersebut dengan amal shalihnya saat itu, dan betapa gembiranya ia dengan teman karib dan sahabatnya tersebut di hari yang mana para pelaku kejelekan merugi dan mereka yang melampaui batas (ketika di dunia) merasakan penyesalannya.

Demikianlah beberapa keutamaan amal shalih, dan sungguh suatu amalan itu tidak akan bisa menjadi shalih kecuali jika dilakukan ikhlas untuk Allah dan sesuai dengan Sunnah (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala:

… فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

“… Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS Al-Kahfi [18]: 110)

Dan Allah Ta’ala juga berfirman:

… لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

“… Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS Al-Mulk [67]: 2)

Al-Fudhail bin ‘Iyyadh rahimahullah berkata (tentang ayat ini): “Yaitu yang paling ikhlas dan paling benar,” kemudian dikatakan kepadanya, “Wahai Aba ‘Ali (Al-Fudhail bin ‘Iyyadh), apa maksud dari yang paling ikhlas dan paling benar?” Beliau berkata, “Sesungguhnya suatu amal jika dilakukan dengan tidak ikhlas, maka tidak dikatakan benar, dan akhirnya tidak diterima. Dan jika sudah benar namun tidak ikhlas, maka tetap tidak diterima hingga amal tersebut dilakukan dengan ikhlas dan benar. Ikhlas berarti apa-apa yang dilakukannya itu hanya ditujukan untuk Allah saja. Benar berarti apa-apa yang dilakukan itu sesuai dengan petunjuk Sunnah (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;