Yayasan Raudlatul Makfufin

Transaksi yang Sesuai Syariah

Pengertian Transaksi
Layaknya dalam suatu perekonomian, apa pun sistem ekonomi yang dipakai hubungan antar pihak yang melakukan kegiatan ekonomi akan berakhir dengan transaksi (transaction). Secara umum, transaksi dapat diartikan sebagai kejadian ekonomi / keuangan yang melibatkan paling tidak dua pihak (seseorang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam perserikatan usaha, pinjam – meminjam dan lain-lain atas dasar suka sama suka atau pun atas dasar suatu ketetapan hukum / syariat yang berlaku.

Dalam sistem ekonomi Islam, transaksi senantiasa harus dilandasi oleh aturan hukum-hukum Islam (syariah), karena transaksi adalah manifestasi amal manusia yang bernilai ibadah dihadapan Allah SWT, sehingga dalam Islam transaksi dapat dikategorikan menjadi dua, yakni :

  1. Transaksi yang halal, dan
  2. Transaksi yang haram

Transaksi halal adalah semua transaksi yang dibolehkan oleh syariah Islam, sedangkan transaksi haram adalah semua transaksi yang dilarang oleh syariah Islam. Halal dan haramnya suatu transaksi tergantung dari pada beberapa kriteria, yaitu :

  1. Objek yang dijadikan transaksi apakah objek halal atau objek haram.
  2. Cara bertransaksi apakah menggunakan cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah (transaksi halal) atau transaksi yang bertentangan dengan syariat Islam.

Prinsip Dasar Transaksi Syariah
Semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali  ada dalil yang mengharamkannya. Kebebasanmembuat kontrak berdasarkan kesepakatan bersama (tijaratan`an taradhimminkum) dan kewajiban memenuhi akad.

  1. Semua bentukmuamalah boleh dilakukan kecuali  ada dalil yang mengharamkannya.
  2. Kebebasan membuat kontrak berdasarkan kesepakatan bersama (tijaratan`an taradhim  minkum) dan kewajiban memenuhi akad(aqd).
  3. Pelarangan dan penghindaran terhadap :Riba, Maysirdan
  4. Etika (akhlak) dalam bertransaksi.
  5. Dokumentasi (penulisan perjanjian/akad) untuk transaksi tidak tunai.

Transaksi yang Sesuai Syariah
Sudah menjadi fitrah, bahwa manusia tidak mungkin dapat hidup menyendiri, tapi satu dengan lainnya akan saling membutuhkan. Fitrah saling membutukan ini tentunya akan melahirkan interaksi (ta’amul) diantara  mereka untuk saling menutupi kebutuhan. Tingkat interaksi yang dilakukan oleh manusia akan semakin beragam sesuai dengan kemajuan peradaban manusia itu sendiri. Jika dahulu kala interaksi manusia dalam memenuhi kebutuhannya cukup dengan melakukan barter diantara mereka, kemudian berkembang sampai muncul konsep penggunaan mata uang sebagai alat tukar.

Akad yang sah merupakan salah satu sebab sahnya perpindahan kepemilikan sesuatu (bertransaksi) dalam Islam, maka sah atau batalnya transaksi dalam Islam akan berdampak pada hukum yang sangat krusial berkaitan denagn perpindahan hak kepemilikan suatu benda dan kebebasan berbuat dengan benda tersebut. Apabila transaksi yang dilakukan dianggap sah secara syariah, maka sah pula kapemilikan atas objek transaksinya yang menyebabkan dia bebas berbuat dan memberlakukan hak kepemilikannya atas objek transaksi tersebut. Tapi apabila transaksi perpindahan haknya dianggap batal secara syariah, maka batal pulalah hak kepemilikannya, dan dia tidak berhak memberlakukan objek transaksi tersebut sesuka hatinya, karena kepemilikannnya belumlah dianggap sah secara syariah. Oleh sebab itu hal yang sangat urgen kita memahami hal-hal yang menjadikan suatu transaksi tersebut menjadi sah, atau transaksi tersebut dianggap batal.

Islam merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagaimana tidak boleh mengambil satu bagiannya saja dan meninggalkan bagian yang lain. Jadi, keliru kalau ada orang yang mengatakan bahwa Islam itu hanya agama ibadah yang terbatas di sekitar masjid dan rumah saja. Keliru juga orang mengatakan bahwa boleh menjalankan sebagian dari Islam itu dan meninggalkan sebagian yang lain. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah : ayat 85 :
“……………Apakah kamu beriman kepada sebagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadaklah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”
Hal ini sebagaimana keliru dan jahilnya orang-orang yang berkeyakinan bahwa Islam itu tidak memiliki aturan-aturan hukum bermu’amalah (bertransaksi).

Sebagai contoh, Islam menerangkan bahwa syariat Islam sudah mencakup kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang mengatur teknik muamalah (bertransaksi) atau perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam telah lebih dahulu menetapkan kaidah dasar mu’amalah, dan sekaligus membuktikan bahwa Islam relevan untuk segala waktu dan kondisi.

Dalam konsep Islam diyakini, bahwa agama Islam sebagai sistem nilai, tata cara ritual dan sistem kehidupan, sehingga seorang muslim seharusnya berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan Allah SWT. Tidak terdapat tempat bagi seorang muslim untuk sebagian mematuhi dan sebagian lagi mengingkari ajaran Allah SWT. Islam mengajarkan bahwa, kesuksesan hidup di dunia ini tidak dapat dipisahkan dari kesuksesan hidup di akherat kelak.

Islam tidak hanya suatu konsep, melainkan sebagai Din”, yang berarti sebagai sesuatu yang harus dijabarkan dalam realitas kehidupan. Islam juga disebut sebagai Rahmat lil ‘Alamiin, yaitu merupakan rahmat bagi seluruh alam. Awal dari syi’ar agama yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul hanya bersifat lokal, hanya untuk kepentingan kaumnya. Islam yang dibawakan oleh Rasulullah saw. melingkupi semua umat manusia, bahkan flora dan fauna.

Menurut Mohd. Nor Wan Daud,  bagian luar Syariah adalah hukum tertinggi yang pada dasarnya tersusun atas pengetahuan tertinggi pula. Pengetahuan tersebut tidak dibatasi oleh dunia manusia yang dapat dirasa dan diraba seperti halnya pengetahuan modern, dan bukannya pengetahuan yang “dipersempit” menjadi suatu kompleks spasio-temporal yang terbatas pada tingkat realitas tunggal. Akan tetapi, ia adalah pengetahuan yang terdiri atas iman, cahaya(nur), dan petunjuk (huda) dan, perlu diperhatikan, ia tidak hanya mengurusi hal-hal yang sifatnya intelektual dan kognitif, tapi juga mengintegrasikan aspek-aspek spiritual dan praktis dari manusia.

Dengan demikian, Syariah akan diikat kuat oleh unsur spiritual batiniahnya, yaitu keyakinan atau kesadaran yang tulus dari dalam diri, pada kehadiran Tuhan yang abadi. Alhasil, dengan memiliki pengetahuan yang sejati dan mengintegrasikannya kedalam spiritualitas kesadaran, karakter moral dan etis dari diri akan terbentuk dan akan siap untuk mentransmisikan nilai-nilainya ke masyarakat secara umum dan lingkungannya.

Jadi, nilai terpenting dari kesadaran yang harus dimiliki oleh manusia adalah sifat ketundukan dan kepatuhannya kepada Tuhan (ALLAH SWT) semesta alam ini, menjadikan konsekwensi bahwa manusia dalam melakukan semua aktivitas dalam seluruh masa hidupnya harus dioperasikan atas dasar nilai-nilai syariah yang berlaku.

Semua ini dilakukan, sebagai manifestasi seorang hamba terhadap Sang Khaliq atas dasar ketauhidan. Untuk menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT ialah dengan mengakui-Nya sebagai satu-satunya Pencipta, Penguasa dan Hakim atas semua makhluknya. Dari situ akan muncul kesaksian bahwa manusia diciptakan untuk satu tujuan tertentu, karena Tuhan tidak bekerja secara sia-sia dan tujuan tersebut merupakan perwujudan dari kehendak-Nya yang berlaku di dunia yang di dalamnya terdapat kehidupan manusia. Menurut konsep iman ini, percaya akan ke-Esa-an Allah, adalah landasan yang paling mendasar bagi seorang muslim untuk berpikir, menimbang dan menginternalisasikan pengetahuan sebagai perangkat untuk melakukan mu’amalah (bertransaksi).


Transaksi Yang Sesuai Syariah :

  1. Tidak mengandung unsur kedzaliman.
  2. Bukan Transaksi Ribawi.
  3. Tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.
  4. Tidak mengandung materi-materi yang dihramkan.
  5. Tidak mengandung unsur :
  6. Judi(Maisyir).
  7. Penipuan(Gharar).
  8. Monopoli / Penimbunan(Ikhtikar)
  9. Mengeksploitasi(Istighlal).
  10. Pura-pura tidak tahu(Jahalah).
  11. Menutup-nutupi(Tadlis).
  12. Merekayasa seakan-akan banyak pembeli(Najsy)
  13. Merekayasa Riba(‘Inah).
  14. Merekayasa Pembeli tidak mempunyai pilihan(Taljiah)
  15. Memanfaatkan ketidaktahuan informasi tentang harga si konsumen (Ghubun)

Wallahu’alam Bisshowab

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;