Yayasan Raudlatul Makfufin

Sejarah Al-Quran Braile

Sejarah timbulnya tulisan arab braille dan kehadiran al qur’an braille di indonesia

adanya huruf arab braille tidak bisa terlepas daripada adanya huruf braille latin yang merupakan sumber utamanya. Hal ini dikarenakan antara kedua tulisan itu mempunyai

bentuk yang sama yaitu berupa kode titik-titik yang kemudian dirumuskan berdasarkan letak titik untuk menentukan sesuatu huruf atau tanda baca lainnya, meskipun antara kedua tulisan ini masing-masing timbul di dalam masa yang jauh berlainan.
Kalau tulisan braille latin timbul pada pertengahan abad ke 19 m, sedangkan huruf arab braille timbul dalam masa yang saling berjauhan. Pemunculan huruf arab braille atau al qur’an braille dimulai dari pakistan serta bebarapa negara arab tertentu, dalam bentuk konsepsi-konsepsi yang masih harus disempurnakan yang kemudikan timbul rumusan huruf arab braille melalui suatu konferensi internasional pada tahun 1950 yang diselenggarakan oleh united nations educational scientific and cultural organization (unesco). Hal ini terwujud dalam bentuk penerbitan al qur’an braille yang selanjutnya disebarluaskan ke negara-negara lain, diantaranya ke indonesia.
Naskah al qur’an braille masuk ke indonesia sekitar tahun 1954, hasil terbitan yordania bertahun 1951 dan dibawa oleh almarhum prof. Mahmud syalthuth serta diterima oleh lpbi wyata guna bandung yang pada waktu itu merupakan satu-satunya proyek perpustakaan braille yang terbesar di indonesia dan berada langsung di bawah naungan departemen sosial. Walaupun begitu pada saat itu belum dapat dianggap sebagai permulaan timbulnya pemahaman dalam penulisan al qur’an braille di indonesia.
Dengan pertimbangan bahwa bandung tidak merupakan satu-satunya pusat kegiatan tunanetra, departemen sosial ri mengambil langkah untuk mengambil sebagian kitab al qur’an braille itu pada tahun 1956 yang kemudian naskah tersebut dibawa ke yogyakarta, oleh karena yogyakarta pada waktu itu dapat dianggap pula sebagai salah satu kota yang cukup banyak memiliki kegiatan tunanetra. Dengan kejadian tersebut, maka tahun 1956 dapat pula dianggap sebagai saat permulaan penyebaran al qur’an braille di indonesia. Naskah yang dibawa yaitu berupa naskah qur’anun majid jilid vi terbitan yordania berisi surat al ankabut sampai dengan akhir surat az zumar.
Dengan kehadiran naskah yang berharga itulah, maka tulisan arab braille timbul di indonesia dan dari sumber pertama ini pulalah tunanetra mulai mengenal tulisan baru berupa huruf-huruf arab braille yang sebelumnya belum pernah terimpikan.
Tahap penyelidikan huruf arab braille.
Penyelidikan terhadap huruf arab braille yang dipergunakan dalam al qur’an braille terbitan yordania tersebut, terjadi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan tidak adanya pedoman ataupun tuntunan bagaimana cara membaca dan menulis kitab tersebut. Pihak yaketunis yang menerima naskah tersebut berusaha keras untuk dapat memahami tulisan tersebut dan akhirnya sedikit demi sedikit dikenallah beberapa huruf tersebut.
Di dalam naskah yang mereka selidiki itu kebetulan sekali memuat surat yasin, sehingga berpangkal dari surat yasin yang sudah mereka hafal itu maka huruf-huruf dalam al qur’an braille tersebut dapat dikenali dan dibaca. Penyelidikan tersebut banyak terbantu oleh penguasaan mereka terhadap braille latin sebagai bahan komparatif mengingat bentuk dan sifatnya yang sama.
Hasil dari penyelidikan tersebut dikodifikasikan pedoman penulisannya setelah secara resmi yayasan kesejahteraan tunanetra islam (yaketunis) berdiri pada tanggal 1 muharram 1384 m./ 13 mei 1964.
Fase-fase penulisan al qur’an braille di indonesia:
1. Fase penulisan al qur’an braille berdasarkan naskah dari yordania
pada tahun 1964 naskah yang berharga ini dapat dipelajari dan diselidiki yang kemudian sebagai hasilnya dapat dipergunakan oleh para siswa/siswi tunanetra dari pendidikan guru agama luar biasa (pgalb) yang didirikan oleh yayasan kesejahteraan tunanetra islam.
Untuk kepentingan pengembangan tulisan arab braille ini juga, serta guna menjajagi kemungkinan-kemungkinan penggunaannya baik secara nasional maupun internasional, maka telah pula diadakan kontak-kontak dengan beberapa negara islam antara lain:
a. Al haiatul ‘ilmiyah al islamiyah di yordania
b. The national federation for the welfare of he blind di karachi, pakistan
c. Al maktab al iqlamiy lilajnatisysyarqil austh lisyu-unil makfufin di saudi arabia.
D. Al markazu annamudzajiy lirri’ayah wataujihil makfufin, zaitun.
Berdasarkan contoh-contoh tulisan arab braille dari beberapa negara islam itulah, maka yayasan kesejahteraan tunanetra islam (yaketunis) memberanikan diri menulis al qur’an dan menerbitkannya dalam bentuk naskah braille.
Dalam hal usaha perintisan penyebaran kitab al qur’an braille itu, yaketunis tidak hanya mencetak serta menerbitkan al qur’an braille terbitan yordania itu begitu saja, tetapi berusaha pula mencoba mengolah kembali sistem penulisannya
suatu hal yang perlu dicatat, bahwa penulisan al qur’an braille pada waktu itu menggunakan sistem menurut khat isthilahy/qiyasi.
2. Penulisan al qur’an braille dengan penambahan tanda baca.
Pada tahun 1968, yaketunis berhubungan dengan the national federation for the welfare of the blind di pakistan, al-markazu an-namudzaji lirri’syah wataujih al-makfufin di zaitun dan al-madrasatul ulaiyah bi al-brah at-tabi’ah liwizarati as-syuuni al-ijtima’ di yordania.
Dari hasil hubungan itu, maka pakistan mengirimkan 12 juz al qur’an braille ke indonesia, yang sistem penulisannya dengan isthilahiy juga, akan tetapi terdapat beberapa tambahan tanda-tanda braille baru.
Tanda-tanda yang merupakan tanda tambahan tersebut meliputi:
a. Fathah isba’iyah
b. Dhommah isba’iyah
c. Kasroh isba’iyah
d. Tanda-tanda waqaf
e. Tanda mad dan qowathi’ussuwar.
Mulai fase ini, penerbitan al qur’an braille di indonesia dilengkapi dengan memasukkan tanda-tanda tambahan tersebut di atas.
Guna keperluan ekstensifikasi penerbitan al qur’an braille di indonesia, maka pada tahun 1968, yaketunis menyerahkan satu set al qur’an braille kepada departemen agama untuk ditashih. Pemerintah melalui departemen agama menaruh perhatian besar terhadap adanya al qur’an braille ini yang kemudian pada tahun 1971 dijadikan proyek penerbitan kitab suci al qur’an walaupun masih dalam jumlah yang sangat terbatas. Hal ini dikarenakan masih kurang memadainya sarana penyalinan/penggandaan al qur’an braille tersebut.
3. Penulisan al qur’an braille menuju rasm utsmaniyah
dalam rangka lebih memberikan rangsangan positif terhadap hasrat para tunanetra islam untuk lebi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;