Yayasan Raudlatul Makfufin

Mengulas Zakat Rikaaz dan Hadiah

Berkaitan dengan hadiah, ada sebagian umat Islam yang berpendapat hadiah dianalogikan dengan rikaaz, dan harus dikeluarkan zakat dari hadiah yang diperoleh sebesar 20 persennya.

Sebagian dari kita kemungkinan pernah mendengar tentang rikaaz. Nah, di antara sumber harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta rikaaz. Pada tulisan kali ini, kita akan mengulas tentang zakat rikaaz, termasuk pula zakat yang berkaitan dengan pemberian atau hadiah.

Kata rikaaz berasal dari kata arrakzu yang artinya terpendam. Jadi, rikaaz adalah harta terpendam. Dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan harta karun. Istilah itu muncul karena dalam sejarah dijelaskan harta milik Karun ditelan, ketika ia menolak menunaikan zakat sebagaimana Allah perintahkan. Oleh karena itu, setiap harta yang ditemukan dari dalam tanah atau terpendam, dan biasanya memiliki nilai sejarah sering disebut harta karun atau rikaaz.

Jika harta yang ditemukan itu berada di permukaan tanah disebut luqathah atau barang temuan, bukan rikaaz. Hukum barang luqathah wajib diumumkan selama satu tahun dan sebaiknya diserahkan ke baitul maal. Karena walaupun yang menemukan boleh menggunakannya, namun tetap harus mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya jika pada suatu waktu ia datang mengambilnya. Dengan demikian, tidak ada kewajiban zakat pada luqathah.

Adapun rikaaz, para ulama bersepakat kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah sebesar 20 persen atau dalam Bahasa Arab disebut al-khumus, yang berarti seperlimanya. Sebagaimana yang menjadi ketetapan Nabi Muhammad saw, zakat untuk rikaaz adalah seperlima. (HR. Bukhari, 2: 129)

Dalam harta rikaaz tidak berlaku haul. Artinya tidak harus menunggu sampai satu tahun terlebih dahulu baru dikeluarkan zakatnya. Sedangkan nishabnya adalah sama dengan nishab emas sebagaimana yang dianut Mazhab Syafi’i.

Sedangkan hadiah adalah barang yang diterima oleh seseorang, karena prestasi atau karena hubungan tertentu. Seorang muslim diperintahkan untuk saling memberi hadiah agar muncul rasa saling mencintai, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad dalam kitab al-adab al-mufrad, “Berbagi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai.”

Berkaitan dengan hadiah, ada sebagian umat Islam yang berpendapat hadiah dianalogikan dengan rikaaz, dan harus dikeluarkan zakat dari hadiah yang diperoleh sebesar 20 persennya. Namun, pendapat ini tergolong lemah, dikarenakan praktik memberi hadiah sudah ada sejak zaman Nabi. Bahkan, Nabi sering memperoleh hadiah dan tidak ada perintah dari beliau agar dikeluarkan zakatnya pada saat menerima hadiah. Oleh karena itu, hadiah baiknya digabungkan dengan harta kita yang lainnya, dan jika mencapai nishab dan berlalu satu haul, maka wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5 persennya.

Namun alangkah lebih baik, jika mereka yang memperoleh hadiah bersedekah sebagai rasa syukur atas karunia-Nya yang ia dapatkan. Besaran sedekahnya diserahkan pada seberapa besar rasa syukur yang bersemayam di dalam hatinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;