Yayasan Raudlatul Makfufin

Taisir Musthalahul Hadits (Mahmud Ath-thahan) 1

Pengantar

إن الحمد لله، نحمده، ونستعينه، و نستغفره، و نعوذ باالله من شرور أنفسنا و من سئات أعمالنا. من يهد الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلا الله و حده لا شريك له. و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. صلى الله عليه و على اله و أصحابه، و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد

***

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, kami memujinya, meminta kepada-Nya dan memohon ampunan-Nya dan kami berlindung kepada-Nya dari keburukan diri kami dan kejelekan amalan kami. Barangsiapa yang Allah berikan petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwasannya tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya Shalawat, salam semoga engkau curahkan atas nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, sahabatnya dan siapa saja yang mengikuti jejaknya hingga datangnya hari kiamat, dan berserah diri dengan sebenar-benarnya.

Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam dengan petunjuk dan agama yang haq, agar menang terhadap seluruh agama yang ada dan Allah menurunkan padanya al-kitab dan al-hikmah. Adapun kitab adalah Al Qur’an dan hikmah adalah Sunnah agar beliau menjelaskan kepada manusia segala yang diturunkan pada mereka dan agar mereka merenung sehingga mereka mendapat petunjuk dan termasukorang-orang yang beruntung.

Kitab dan Sunnah

Kedua-duanya adalah landasan untuk tegaknya hujjah atas hamba-Nya sehingga manusia tidak lagi punya alasan dihadapan Allah Ta’ala. Dan dengan keduanya terbentuklah hukum-hukum yang berkaitan dengan i’tiqodiyah (keyakinan) dan amaliyah (perbuatan) yang wajib atau terlarang. Adapun menjadikan Al Qur’an sebagai sandaran hanya membutuhkan satu pertimbangan, yaitu pertimbangan kandungan nash terhadap hukum dan tidak membutuhkan pertimbangan sandarannya (yaitu apakah itu firman Allah atau bukan, shohih atau bukan). Karena keotentikan Al Qur’an adalah sebuah keniscayaan dengan penukilan yang mutawatir baik lafadz ataupun makna.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Artinya: “Kamilah yang menurunkan Ad Dzikr dan Kami pula yang menjaganya.” (Qs. Al-Hijr [15]: 9)

Sedangkan berdalil dengan As Sunnah membutuhkan dua pertimbangan : Yang pertama: Meneliti kepastian bahwa hadits tersebut dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam. Ingat! bahwa tidak semua yang dinisbahkan pada Nabi adalah riwayat yang shohih. Yang kedua: Meneliti penunjukan nash pada hukum. Untuk pertimbangan yang pertama, kita membutuhkan kaidah untuk membedakan hadits yang diterima atau ditolak berkaitan dengan riwayat-riwayat yang dinisbahkan pada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini telah dilaksanakan oleh para ulama – rohimahullah – dan mereka namai kaidah-kaidah tersebut dengan “̏̎Mustholah Hadits”.

Pengertian Musthalah Hadits dan Pembagian Khabar Berdasarkan Jalan Periwayatan

Mustholah hadits (مصطلح الجديث)

  1. Pengertian
  2. Faedah
  3. Mustholah hadits adalah ilmu yang menjadi alat untuk mengetahui kondisi seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan dari sisi diterima atau ditolak.
  4. Faedahnya adalah untuk mengetahui riwayat-riwayat yang diterima atau ditolak dari seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan.

Al Hadits, Al Khobar, Al Atsar, Al Hadits Qudsi

Al Hadits (الحديث)*:
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam baik perbuatan, perkataan, persetujuan atau sifat** .

* Ini adalah pengertian hadtis secara istilah. Adapun pengertian secara bahasa bermakna “yang baru”.
** Ada 2 sifat : sifat jasmani dan sifat akhlak

Al Khobar (الخبر):
Semakna dengan hadits, maka definisinya sama dengan definisi al hadits. Ada yang berpendapat bahwa khobar adalah segala yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam atau kepada selainnya, berdasarkan definisi ini maka khobar itu lebih umum dan lebih luas dari pada hadits.

Al Atsar (الأثر):
Segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berkait misal dikatakan atsar dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits Qudsi (الحديث القدسي):
Hadits yang diriwayatkan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala, juga dinamai juga hadits Rabbani dan hadits Ilahi. Misalnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkan dari Rabb Ta’ala, Dia berkata,

“Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku, dan aku bersamanya ketika mengingat-Ku, jika dia meningat-Ku dalam dirinya: maka aku mengingatnya dalam diri-Ku, Jika dia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dari sekumpulan orang tersebut.” *

* Di sini ada sifat an Nafs untuk Allah Ta’ala. Seperti dalam ayat 116 surat Al Maaidah, “Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau.”. Hadits Qudsi ini juga menjadi dalil bahwa malaikat lebih baik dari manusia. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memperinci, yaitu: jika melihat keadaan sekarang maka malaikat lebih mulia sedang jika melihat di akherat, maka manusia lebih mulia. Dan hadits ini bukan menjadi dalil untuk dzikir berjama’ah. “Jika dia mengingatku dalam sekumpulan orang” maksudnya orang-orang sekitarnya kemungkinan adalah orang yang lalai atau dia berada di majelis ilmu dan mengingat Allah.

Urutan Hadits Qudsi itu terletak antara Al Qur’an dan Hadits Nabi.

  • Al Qur’an Al Karim: Dinisbatkan kepada Allah Ta’ala baik lafadz maupun maknanya.
  • Hadits Nabi: Dinisbatkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam : lafadz dan maknanya.
  • Hadits Qudsi: Dinisbatkan kepada Allah Ta’ala maknanya tanpa lafadznya.

Maka, membaca hadits Qudsi tidak dinilai sebagi ibadah, tidak boleh dibaca dalam sholat, tidak terwujud dengannya tantangan* dan tidak dinukil secara mutawattir seperti Al Qur’an bahkan di dalamnya ada yang shohih, dho’if dan maudhu’.

* Mu’jizat adalah sesuatu yang diberikan Allah kepada Nabi dan Rasul untuk menerima tantangan. Jika itu benar mu’jizat, maka tidak akan ada yang berhasil menantangnya. Dan hal ini tidak berlaku untuk hadits qudsi.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;