Yayasan Raudlatul Makfufin

Tertawa yang Berlebihan

Mengapa Rasulullah saw melarang kita banyak tertawa? Mengapa tertawa bisa mematikan atau menanduskan hati? Bukankah tertawa itu sehat, tanda kegembiraan, dan menjadi penangkal kesedihan?

Telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka. Aku belum pernah melihat suatu kebaikan dan keburukan seperti yang terjadi pada hari ini. Jika seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik).

Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tertawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah.” (HR. Bukhari Muslim).

“Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku,” ungkap Abu Dzar kepada Nabi saw.

Nabi saw pun bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu untuk bertakwa kepada Allah karena dia adalah pokok segala urusan.”

“Ya Rasulullah, tambahkanlah,” pinta Abu Dzar kembali.

Hendaklah engkau senantiasa membaca al-Quran dan berzikir kepada Allah Azza wa Jalla, karena hal itu adalah cahaya bagimu di bumi dan simpananmu di langit.”

“Ya Rasulullah, tambahkanlah.”

Janganlah engkau banyak tertawa karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya di wajah.”

“Lagi ya Rasulullah!”

Hendaklah engkau pergi berjihad.”

“Lagi ya Rasulullah!”

Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka.”

“Tambahilah lagi!”

Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya.”

“Tambahkanlah lagi untukku!”

Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui).”

Kemudian Rasulullah saw mengusapkan tangannya ke dada Abu Dzar seraya bersabda, “Wahai Abu Dzar, tidak ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabur (berpikir), tidak ada wara’ sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta-minta), tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik akhlaknya.” (HR. Bukhari Muslim).

Di dalam wasiat ini terhimpun sejumlah prinsip hidup yang apabila dilaksanakan akan meningkatkan kualitas hidup seorang muslim. Salah satunya adalah larangan untuk banyak tertawa. “Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah.”

Jika melihat konteks hadis ini, yang dilarang oleh Nabi saw adalah tertawa berlebihan. Sesungguhnya, setiap yang berlebihan lebih dekat dengan mudarat daripada maslahat. Jangankan tertawa, ibadah yang berlebihan pun dianggap kurang baik. Rasulullah saw pernah menegur seorang sahabat yang mengazamkan diri untuk salat terus menerus dan berpuasa setiap hari.

Mengapa Rasulullah saw melarang kita banyak tertawa? Mengapa tertawa bisa mematikan atau menanduskan hati? Bukankah tertawa itu sehat, tanda kegembiraan, dan menjadi penangkal kesedihan? Tertawa yang berlebihan bisa menghancurkan wibawa, merusak etika, serta bisa mematikan hati.

Sejatinya, di dalam otak terdapat hormon yang mengatur kebahagiaan dan kesedihan. Hormon yang mengatur kebahagiaan diwakili oleh serotonin. Jika kadar serotonin dalam otak stabil dan seimbang, kita akan tenang. Jika kadarnya terlalu rendah, kita akan resah gelisah. Namun sebaliknya, apabila kadarnya berlebih, kita cenderung ‘terlalu tenang’ alias apatis. Jadi, Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu dengan ukuran yang pas, seimbang, dan memenuhi prinsip mizan. Terlalu kurang atau terlalu lebih, biasanya akan mendatangkan masalah.

Hal yang menarik, setiap hormon tidak bekerja sendirian. Ada proses kerjasama dan mu’amalah yang harmonis di antara mereka. Serotonin memiliki partner yang bernama endorphin. Hormon yang satu ini bertugas mengatur kegembiraan. Keduanya bagaikan pasangan sejati, saling memahami serta saling melengkapi. Ketika serotonin turun kadar endorphin pun akan turun. Demikian pula ketika endorphin naik, serotonin ikut naik. Namun, hubungan di antara mereka tidak selalu stabil. Ketika proporsi yang satu terlalu tinggi, ketidakseimbangan pun akan muncul ke permukaan. Di sinilah tampak kebenaran wasiat Rasulullah saw bahwa terlalu banyak tertawa akan menaikkan kadar endorphin sampai batas optimal sehingga kadar serotonin dalam tubuh menjadi rendah.

Allah Ta’ala menciptakan endorphin dan serotonin dari bahan baku yang sama. Ketika endorpin terlalu banyak diproduksi, bahan baku serotonin akan terserap habis. Apa efek yang ditimbulkannya? Pada satu sisi dia akan merasakan kegembiraan, akan tetapi ketika kegembiraan tersebut mencapai titik optimal, hormon penyeimbangnya tidak lagi diproduksi. Maka, kita jangan heran apabila orang yang banyak tertawa cenderung menjadi pribadi yang gelisah, tidak tenang, dan mengalami kegersangan hati. Ketika sudah gelisah, orang akan mudah terkena paranoid, mudah berburuk sangka, salat pun tidak bisa khusyuk. Lama kelamaan hatinya akan mati sehingga tidak lagi sensitif. Dia tidak peduli dengan kesusahan orang lain karena dirinya sibuk dengan kegelisahannya. Dengan kata lain, orang yang serotoninnya rendah akan menjadi pribadi egois; pribadi yang hanya mau memikirkan dirinya sendiri. Dia baru mau memikirkan orang lain, kalau orang tersebut bisa menguntungkan dirinya.

Rangkaian akibat buruk ini terjadi karena yang bersangkutan terjebak dalam kegembiraan yang melenakan. Maka, benar apa yang dikatakan orangtua zaman dulu, “Jika hari ini tertawa, esok lusa akan menangis. Maka, kalau lagi senang, ingat-ingat besok akan susah.”

Begitulah … tertawa akan menjadi obat apabila sesuai takaran. Sebaliknya, tertawa pun bisa menjadi racun apabila overdosis menggunakannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;