Yayasan Raudlatul Makfufin

Berahlaq Yang Baik Dimanapun

DALAM kehidupan sehari-hari, dapat dipastikan seorang manusia tidak dapat hidup seorang diri. Ia pasti butuh pertolongan dan bantuan orang lain. Dari rasa saling membutuhkan inilah timbul jalinan persaudaraan atau ukhuwah, pertemanan, dan lain-lain.

Dalam hubungannya dengan masalah ini, sifatnya ada yang langgeng dan tidak. Sebuah persaudaraan bisa langgeng jika didasari oleh keinginan untuk mencari ridha Allah. Sebaliknya, ia tidak akan bisa langgeng jika dasarnya bukan karena mencari ridha Allah.

Banyak orang yang berteman akrab hanya sewaktu ada kepentingannya saja. Namun ketika sudah tidak ada keuntungan yang bisa didapatnya, kenal pun tidak mau.

Misalkan seseorang senang ketika orang lain memberi sesuatu kepadanya, akan tetapi ketika sudah tidak diberi, kemudian berubah menjadi benci. Ada juga seseorang yang hanya hormat kepada orang kaya saja. Adapun kepada orang miskin, memandang pun tidak mau.

Hal-hal seperti itu semestinya tidak terjadi pada diri seorang Muslim. Sebab Islam telah memberi tuntunan yang jelas tata cara bergaul dan berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Hal yang paling penting yang diajarkan oleh Islam yaitu hendaknya setiap Muslim dalam melakukan pergaulan didasari oleh niat mencari ridha Allah.

Ketika seorang muslim tersenyum kepada saudaranya, maka itu semata-mata mencari ridha Allah, karena senyum merupakan perbuatan baik. Demikian juga ketika seorang Muslim membantu, maka hendaknya diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah.

Al-Imam Ibn Qayyim menjelaskan dalam kitab Zaadul Ma’ad juz ke-4 hal 249 : “Di antara kecintaan terhadap sesama Muslim ada yang disebut mahabbatun linaili gharadlin minal mahbud, yaitu suatu kecintaan untuk mencapai tujuan dari yang dicintainya. Bisa jadi tujuan yang ingin ia dapatkan dari kedudukan orang tersebut, atau hartanya, atau ingin mendapatkan manfaat berupa ilmu dan bimbingan orang tersebut. Atau untuk tujuan tertentu; maka yang demikian itu disebut kecintaan karena tendensi. Atau karena ada tujuan yang ingin dicapai, kemudian kecintaan ini akan lenyap pula seiring dengan lenyapnya tujuan tadi. Karena itu sesungguhnya, siapa saja yang mencintaimu dikarenakan adanya suatu kepentingan, ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam Majmu’Fatawa juz 10, beliau berkata: “Jiwa manusia itu telah diberi naluri untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya, namun pada hakekatnya sesungguhnya hal itu sebagai kecintaan kepada kebaikan, bukan kepada orang yang telah berbuat baik.Apabila orang yang berbuat baik itu memutuskan kebaikannya atau perbuatan baiknya, maka kecintaannya akan melemah, bahkan bisa berbalik menjadi kebencian.

Maka kecintaan demikian bukan karena Allah. Barangsiapa yang mencintai orang lain dikarenakan dia itu memberi sesuatu kepadanya, maka dia semata-mata cinta kepada pemberian. Dan barang siapa yang mengatakan: “saya cinta kepadanya karena Allah”, maka dia pendusta. Begitu pula, barang siapa yang menolongnya, maka dia semata-mata mencintai pertolongan, bukan cinta kepada yang menolong. Yang demikian itu, semuanya termasuk mengikuti hawa nafsu.

Karena pada hakekatnya dia mencintai orang lain untuk mendapatkan manfaat darinya, atau agar terhindar dari bahaya. Demikianlah pada umumnya manusia saling mencintai pada sesamanya, dan yang demikian itu tidak akan diberi pahala di akhirat, dan tidak akan memberi manfaat bagi mereka. Bahkan bisa jadi hal demikian itu mengakibatkan terjerumus pada nifaq dan sifat kemunafikan.”

Ucapan Ibn Taimiyah ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Az-Zukhruf 67, yang artinya: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya akan menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang bertakwa.”

Dari keterangan ini jelaslah bahwa hanya orang-orang bertakwa yang persahabatannya akan langgeng sampai di alam akhirat, karena didasari lillah dan fillah. Yaitu cinta karena Allah.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak bertakwa, di akhirat nanti akan menjadi musuh satu sama lain.

Persahabatan mereka hanya berdasarkan kepentingan dunia. Dasar persahabatan mereka bukan karena dien, tetapi karena kepentingan duniawi. Yaitu berupa ambisi untuk mendapatkan kekuasaan, harta dan sebagainya dengan tidak memperdulikan apakah cara yang mereka lakukan diridhoi Allah, sesuai dengan aturan-aturan Islam atau tidak.

Sedang orang yang bertakwa dalam pergaulannya tentu didasari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah sebagai uswah bagi kaum Muslimin telah telah memberikan tuntunan bagaimana adab-adab bergaul. Perkara tersebut merupakan bagian dari akhlakul karimah (akhlak yang mulia). Akhlak yang mulia itu sendiri merupakan bagian dari dienul Islam.

Berusaha Mengamalkan

Di antara bentuk adab bergaul yang dicontohkan Rasulullah, yaitu mengucapkan salam terlebih dulu, bertutur kata yang baik, menanyakan kabar, menengok orang sakit, memberi hadiah dan sebagainya. Dengan melaksanakan adab-adab tersebut, kita akan memperoleh manfaat, yaitu berupa ukhuwah yang kuat di antara umat Islam. Ukhuwah yang kokoh yang dilandasi iman dan keikhlasan kepada Allah. Allah telah berfirman yang artinya:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpegang teguhlah kalian denga tali (agama ) Allah bersama-sama , dan janganlah kalian bercerai-berai. Dan ingatlah nikmat Allah yang telah Allah berikan kepada kalian, ketika kalian dahulu bermusuh-musuhan, lalu Allah lunakkan hati-hati kalian sehingga dengan nikmat-Nya, kalian menjadi bersaudara, padahal tadinya kalian berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayatnya, agar kalian mendapat petunjuk.” [Al-Imran : 103]

Oleh karena itu, adab-adab bergaul ini sangat perlu dipelajari untuk kita amalkan. Di antaranya kita harus mengetahui, bagaimana adab terhadap orangtua, adab terhadap saudara, adab terhadap istri, adab seorang istri terhadap suaminya, adab terhadap teman sekerja atau terhadap atasan dan bawahan.

Dengan melaksanakan adab-adab tersebut insya-Allah kita akan dicintai Allah Yang Maha Pengasih. Karena di antara tanda-tanda seseorang dicintai Allah, yaitu jika dirinya dicintai olah orang-orang shalih, diterima oleh hati mereka. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah jika mencintai seorang hamba, Ia memanggil Jibril, “Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka cintailah ia.” Lalu Jibril mencintainya dan menyeru kepada penduduk langit, “Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah ia. “Maka (penduduk langit) mencintainya, kemudian menjadi orang yang diterima di muka bumi.” [Hadits Bukhari dan Muslim)

Di antara sifat-sifat muslim yang dicintai oleh orang-orang shalih di muka bumi ini, di antaranya ia mencintai mereka karena Allah, berahlak kepada manusia dengan ahlak yang baik, memberi manfaat, melakukan hal-hal yang disukai manusia dan menghindari dari sikap-sikap yang tidak disukai manusia. Dalam al Qur’an Allah berfirman yang artinya: “Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”. [Ali-Imran: 134]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

;