Yayasan Raudlatul Makfufin

Apakah Zakat Istri Menjadi Kewajiban Suami ?

Bismillah. Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, keluarga, dan orang yang mengikuti beliau dengan baik. Amma ba’du.

Telah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk menunaikan rukun Islam dengan sempurna, salah satunya adalah zakat. Bertepatan dengan bulan Ramadhan yang mulia ini, setiap muslim diperintahkan untuk menunaikan zakat fitri. Telah banyak pembahasan mengenai panduan tentang pembayaran zakat, adapun pada tulisan yang singkat ini, akan kami paparkan secara khusus tentang orang yang menanggung zakat dalam keluarga, yakni apakah suami wajib membayar zakat fitri untuk istrinya?

Pembahasan ini kami kutip dari jawaban Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid dari pertanyaan yang kurang lebih sama dan berkaitan erat dengan pembahasan kali ini.

Jawaban :

Para ulama rahimahumullah berbeda pendapat apakah seseorang harus mengeluarkan zakat fitrah kepada orang yang menjadi tanggungan nafkah baginya menjadi dua pendapat.

Pendapat pertama

Zakat fitrah diwajibkan kepada seseorang, baik untuk dirinya maupun kepada orang yang menjadi tanggungan nafkahnya, seperti istri, anak, dan dapat pula selain keduanya baik yang merupakan keluarga atau bukan keluarga. Ini adalah madzhab Hanbali.

Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh ad-Daruqutni dan al-Baihaqi, yakni dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَدَوْا صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَمَّنْ تَمُوْنُوْنَ

“Keluarkan zakat fitrah terhadap orang yang menjadi tanggungan anda semua.”

Akan tetapi, hadits ini lemah, dilemahkan oleh ad-Daruqutni, al-Baihaqi, an-Nawawi, Ibnu Hajar, dan lainnya. Silakan lihat kitab Al-Majmu’, 6/113 dan Talkhis al-Habir, 2/771.

Para ulama al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta’ memilih pendapat ini. Mereka ditanya, “Apakah seorang suami diharuskan membayar zakat fitrah istrinya atau tidak apabila mereka sedang berselisih dengan keras?” Mereka menjawab, “Zakat fitrah diwajibkan kepada seseorang untuk dirinya sendiri dan setiap orang yang menjadi kewajiban tanggungan nafkahnya, semisal istri karena wajib bagi suami untuk memberi nafkah kepadanya.” [Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta, 9/367]

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah juga berpendapat demikian, sebagaimana terdapat dalam al-Majmu‘ al-Fatawa, 14/197.

Pendapat kedua

Suami tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah untuk orang lain. Dan ini adalah mazhab Hanafi. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِين

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang dewasa dari kalangan umat Islam.” [HR. Al-Bukhari no.  1503 dan Muslim no. 984]

Dalam hadits ditetapkan bahwa zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Pada asalnya, setiap perintah berlaku bagi seseorang secara mandiri/personal. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab asy-Syarh al-Mumti, 6/154 :

“Pendapat yang terkuat adalah bahwa zakat fitrah itu diwajibkan pada setiap orang secara personal atau mandiri maka istri diwajibkan zakat untuk dirinya sendiri. Suami juga diwajibkan untuk dirinya pula. Seseorang tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah kepada orang yang menjadi tanggungannya, baik istri maupun kerabat karena asal sebuah kewajiban itu diwajibkan kepada diri sendiri, bukan kepada orang lain.”

 Wallahu a’lam. Hanya Allah Ta’ala yang memberi taufik.

;