Dalil Disyari’atkannya Mandi Jum’at

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ

“Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jum’at, maka hendaklah ia mandi.” (HR. Bukhari no. 919 dan Muslim no. 845)

لِلَّهِ تَعَالَى عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ حَقٌّ أَنْ يَغْتَسِلَ فِى كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ يَوْمًا

“Hak Allah yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim adalah ia mandi dalam satu hari dalam sepekan dari hari-hari yang ada.” (HR. Bukhari no. 898 dan Muslim no. 849).

Dua dalil ini adalah di antara sekian dalil yang digunakan untuk menyatakan bahwa mandi Jum’at itu wajib.

Sedangkan ulama yang menyatakan bahwa mandi Jum’at itu sunnah berdalil dengan dalil-dalil berikut.

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ

“Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhol.” (HR. An Nasai no. 1380, At Tirmidzi no. 497 dan Ibnu Majah no. 1091).

Hadits ini diho’ifkan oleh sebagian ulama. Sebagian lagi menshahihkannya semacam Syaikh Al Albani rahimahullah.

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Barang siapa berwudhu’ kemudian menyempurnakan wudhu’nya lalu mendatangi shalat Jum’at, lalu dia mendekat, mendengarkan serta berdiam diri (untuk menyimak khutbah), maka akan diampuni dosa-dosanya di antara hari itu sampai Jum’at (berikutnya) dan ditambah tiga hari setelah itu. Barang siapa yang bermain kerikil, maka ia telah melakukan perbuatan sia-sia.”(HR. Muslim no. 857).

Ulama yang menyatakan bahwa mandi Jum’at itu sunnah berargumen bahwa dalam hadits ini hanya menyatakan wudhu, tidak disebutkan mandi. Alasan semacam ini pun dibantah oleh ulama yang menyatakan wajib dengan dalil yang sama, diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafazh,

مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّىَ مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى وَفَضْلَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ

“Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi Jum’at, lalu ia shalat semampunya dan diam (mendengarkan khutbah) hingga selesai, kemudian ia lanjutkan dengan shalat bersama Imam, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu dan hari jum’at yang lain. Dan bahkan hingga lebih tiga hari.” (HR. Muslim no. 857).

Sehingga dari lafazh kedua ini (مَنِ اغْتَسَلَ) tidak benar jika dikatakan bahwa cukup dengan wudhu.

Intinya, hukum mandi Jum’at apakah wajib ataukah sunnah, lebih selamat kita tidak meninggalkannya. Karena pendapat yang menyatakan wajib nampak lebih kuat. Wallahu a’lam.

 

Hukum Mandi Jum’at

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Mandi Jum’at disunnahkan menurut mayoritas ulama. Sedangkan ulama lainnya mewajibkan hal ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya mandi Jum’at tidak ditinggalkan. Inilah pilihan yang lebih selamat ketika menghadapi perselisihan ulama yang ada.

Catatan penting yang perlu diperhatikan, mandi Jum’at bukanlah syarat sahnya shalat Jum’at. Sebagaimana dinyatakan oleh Al Khottobi rahimahullah dan selainnya bahwa para ulama sepakat (berijma’), mandi Jum’at bukanlah syarat sahnya shalat Jum’at. Shalat tersebut tetap sah walaupun tanpa mandi Jum’at.

Mandi Jum’at disyari’atkan bagi orang yang menghadiri shalat Jum’at dan bukan karena hari tersebut adalah hari Jum’at. Sehingga wanita atau anak-anak yang tidak punya kewajiban untuk shalat Jum’at, tidak terkena perintah ini.

Sebagaimana dinukil dari Al Fath, Az Zain bin Al Munir berkata, “Telah dinukil dari Imam Malik rahimahullah bahwa siapa saja yang menghadiri shalat Jum’at selain pria, jika ia menghadirinya dalam rangka mengharap keutamaan, disyari’atkan baginya mandi dan adab-adab di hari Jum’at lainnya. Akan tetapi, jika menghadirinya cuma kebetulan saja, seperti ini tidak disyari’atkan”.

An Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ menyatakan, “Mandi Jum’at adalah sunnah dan bukanlah wajib yang menyebabkan seseorang jika meninggalkannya menjadi berdosa. Hal ini tidak ada beda pendapat di antara kami ulama Syafi’iyah. … Mayoritas ulama menyatakan bahwa siapa saja yang menghadiri shalat Jum’at baik itu pria, wanita, anak-anak, musafir, budak dan selainnya tetap disunnahkan untuk mandi Jum’at. Hal inilah yang jelas nampak pada hadits Ibnu ‘Umar. Karena memang maksud mandi Jum’at adalah untuk membersihkan diri. Mereka yang disebutkan tadi sama dalam hal ini. Sedangkan orang-orang yang tidak menghadiri shalat Jum’at, tidak disunnahkan untuk mandi Jum’at –meskipun ia terkena kewajiban shalat Jum’at (namun ia meninggalkannya karena udzur, pen)-. Hal ini disebabkan ketika itu maksud untuk mandi Jum’at telah hilang. Dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَتَى الْـجُمُعَةَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ لَـمْ يَأْتِهَا فَلَيْسَ عَلَيْهِ غُسْلٌ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ

“Barangsiapa menghadiri shalat Jum’at baik laki-laki maupun perempuan, maka hendaklah ia mandi. Sedangkan yang tidak menghadirinya –baik laki-laki maupun perempuan-, maka ia tidak punya keharusan untuk mandi”. (HR. Al Baihaqi, An Nawawi mengatakan bahwa hadits ini shahih).” Demikian nukilan dari An Nawawi.

 

;