Sejarah Singkat Tahun Baru Hijriyah

Bulan Muharram – kalau orang Jawa menyebutnya Suro – menjadi bulan yang menandakan peralihan tahun Hijriyah dalam kalender Islam. Hari Selasa, 10 Agustus 2021 Masehi bertepatan dengan 1 Muharram 1443 Hijriyah. Sebagian orang memperingati dan menyambut tahun baru Hijriyah dengan banyak hal seperti muhasabah diri agar tahun baru bisa menjadi lebih baik lagi dari tahun lalu.

Awal mula lahirnya tahun Hijriyah disebabkan oleh sebuah peristiwa yang melibatkan Abu Musa Al-Asyari yang pada saat itu menjadi pemimpin di wilayah Basrah. Hal ini bermula ketika Abu Musa mengirim surat balasan kepada khalifah Umar bin Khatab, dan pada surat balasan tersebut tidak dicantumkan tanggal. Dari situ lalu timbul gagasan dari khalifah Umar untuk membuat penanggalan tahun bagi umat Islam. Akhirnya para sahabat dikumpulkan untuk membahas hal tersebut karena khalifah Umar menganggap tahun yang dikhususkan bagi umat Islam menjadi sangat penting untuk dibuat. Perumusan tersebut sempat diwarnai perdebatan seru. Salah satu yang menjadi isu adalah bahwa penanggalan merupakan budaya non-Islam. Khalifah Umar lalu mengambil keputusan bahwa awal tahun baru Islam dihitung ketika Rasulullah hijrah ke kota Madinah.

Terdapat dua penanggalan utama yang dikenal oleh masyarakt Muslim, yaitu tahun Masehi dan tahun Hijriyah. Keduanya merupakan karunia Allah Ta’ala yang diberikan kepada akal manusia untuk mengingat atau menandai suatu peristiwa. Allah Swt berfirman:

“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” (QS: Al-Israa 12)

Dengan ayat di atas, Allah memberitahukan manusia tentang bilangan tahun dan waktu yang menjadi sangat penting bagi kehidupan manusia di dalam kesehariannya. Karena, diantara perjalanan waktu dari masa ke masa, terdapat karunia Allah yang kita tidak tahu kapan ia menghampiri.

Yang perlu kita ingat adalah tetap berusaha untuk menyambut karunia tersebut seperti yang dilakukan oleh para tunanetra Muslim di lingkungan Yayasan Raudlatul Makfufin baik itu para santri di Pesantren dan Sekolah, maupun jama’ah Majelis Taklim (IKJAR) Ikatan Jama’ah Raudlatul Makfufin dengan belajar baik secara online ataupun offline. Di tahun baru Hijriyah 1443H ini, semangat dalam menimba ilmu untuk bekal di akhirat kelak tidak lantas menjadi surut. Meskipun langkah mungkin saja terbatas, namun semangat tetap perlu tangkas.

©Windra

Sejarah, Hukum dan Jenis Zakat

Sejarah zakat

Setiap Muslim wajib memberikan sedekah rezeki yang Allah berikan. Kewajiban ini tertulis dalam Al-Quran. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya mengatakan untuk memberikan sedekah (memberi luar, tidak wajib). Namun, di hari kemudian, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat dengan menetapkan pajak progresif bagi orang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa di masa depan ada regulasi amal, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.

Pada saat khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada kelompok orang tertentu. Kelompok ini miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang-orang yang tenggelam dalam utang dan tidak mampu membayar. Syariah diatur dengan rincian lebih lanjut tentang amal dan bagaimana harus dibayar zakat.

Hukum zakat

Zakat adalah salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur utama untuk penegakan hukum Islam. Oleh karena itu, hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi kondisi tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti shalat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci oleh Al-Quran dan Sunnah. Zakat juga merupakan kegiatan sosialdan kemanusiaan yang dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan manusia di mana-mana.

Jenis zakat

Zakat terbagi atas dua jenis yakni:

  • Zakat fitrah
  • Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan suci Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
  • Zakat maal (harta)
  • Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

 

;