Masihkah Kau Tidak Memberikan Maaf Kepadanya

Setiap orang pasti punya salah, salah tutur kata atau salah perbuatan. Lantas, kita sebagai orang yang disakiti, apakah kita bisa memaafkan kesalahan orang tersebut ataukah kita memendam amarah tersebut selama kita menjalani kehidupan ini?

Wahai pembaca, yang semoga dirahmati oleh Allah, sungguh islam datang dengan membawa ajaran yang damai dan menentramkan hati setiap insan. Islam mengajarkan untuk bermudah-mudah dalam memberikan maaf. Simaklah ayat Allah berikut tentang ciri-ciri orang bertaqwa yang akan mendapatkan balasan surga, balasan kenikmatan yang tiada tara :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”.[1]

Alangkah indahnya ajaran umat islam ini. Sosok teladan umat islam, Nabi Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga memberikan teladan yang memikat hati. Simaklah cerita yang disampaikan oleh sahabat mulia, Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

كُنْتُ أَمْشِى مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانِىٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ ، فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِىٌّ فَجَذَبَهُ جَذْبَةً شَدِيدَةً ، حَتَّى نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ أَثَّرَتْ بِهِ حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ جَذْبَتِهِ ، ثُمَّ قَالَ مُرْ لِى مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِى عِنْدَكَ . فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ ، فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ

“Saya pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengenakan baju buatan negeri Najran yang kasar tepinya. Lalu ada seorang Arab Badui yang menemuinya, kemudian ia menarik-narik selendang beliau dengan kuat. Saya melihat leher beliau terdapat bekas ujung baju karena kerasnya tarikan orang Badui itu. Kemudian ia berkata, “Wahai Muhammad berilah kepadaku harta Allah yang ada padamu.” Beliau menoleh kepada orang Badui itu. Sambil tersenyum, beliau menyuruh untuk memenuhi permintaan orang Badui itu”.[2]

Contoh sikap agung yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa beliau bisa sangat bersabar dengan tabiat arab badui tersebut. Beliau tidaklah menampakkan kemarahan kepada badui tersebut, bahkan membalasnya dengan yang lebih baik yaitu dengan suguhan senyuman manis dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Betapa diri ini tidak semakin cinta kepada nabi akhir zaman ini. Perangai dan tutur kata beliau sangatlah sopan dan santun. Akan tetapi, sudahkah kita bisa mempraktekkan perbuatan yang dicontohkan oleh beliau? Mudah memberikan maaf, bahkan membalas keburukan orang lain dengan kebaikan?

Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan kepada kita semua hidayah-Nya agar hari-hari kita selalui dihiasi dengan akhlak yang mulia sesuai dengan tuntunan alquran dan sunnah.

 

Etika Bercanda

Arrahman Arrahim, atas kasih sayang Allah ta`ala kepada umatnya maka syariat-syariat itu ada, dan Allah melalui Rasul-Nya sudah mengaturnya dari hal-hal yang terkecil hingga yang terbesar, dari hal yang dianggap remeh sampai hal serius. Syariat mengisi seluruh ruang dan waktu kehidupan manusia, khususnya kaum muslimin.

Salah satu syariat islam yang agung adalah mengatur bagaimana kita bisa tersenyum. Karena dengan senyum tersebut banyak sekali faedah dan mafaatnya. Salah satunya adalah kita bisa mendapatkan pahala karena ternilai sebagai shadaqah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ صَدَقَة

“Senyummu dihadapan saudaramu adalah shadaqah” (HR. Ibnu Hibban No. 474)

Dalam hal ini, erat kaitanya antara senyum dan bercanda meskipun tidak semua senyum berasal dari bercanda. Namun pastinya harapan dari sebuah canda adalah munculnya sebuah senyuman, karenanya dua hal ini telah diatur dalam syariat islam. Islam mengajarkan hendaknya canda dan tawa kita sesuai batasan dan aturan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa sallam :

لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Janganlah kalian banyak tertawa, karena sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah No 4183)

Berikut etika yang telah diajarkan oleh islam supaya canda kita bisa mendekati bagaimana cara bercanda Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam :

  1. Niat baik karena Allah ta’ala
  2. Memperhitungkan waktu dan ruang yang pas
  3. Melihat situasi dan kondisi tepat
  4. Menjauhi hal-hal yang dilarang dalam islam (dusta, dhalim, ghibah, dll).

Sebagai suri taudalan umat ini, terdapat saat-saat tertentu Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam mencontohkan bagaimana beliau bercanda seperti ketika Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam bercanda untuk membahagiakan istrinya, Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam mengajaknya berlomba lari. Di lain waktu beliau juga pernah menjulurkan lidahnya untuk menggoda cucunya, Hasan bin Ali, yang masih kecil. Tidak hanya itu, Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa sallam juga bercanda tatkala menjawab pertanyaan seorang sohabiah yang sudah tua terkait tentang penghuni surga. Begitulah sekilas canda Beliau yang menunjukkan kesempunaan pribadi beliau, dengan tanpa mengurangi wibawa dan kesempurnaan akhlak beliau.

Sebagai seorang muslim, bolehlah canda tawa menghiasi hari-hari kita. Hal ini bisa menambah luwesnya kita sebagai seorang muslim, sebagaimana Nabi kita juga bercanda sebagai bukti kesempurnaan akhlak beliau dihadapan para sahabatnya. Wallahu a`lam.

 

;