Akhlak

Sebagai umat manusia tingkah laku atau perilaku adalah hal yang sangat mendasar untuk dapat bersosialisasi dengan seseorang. Seseorang dapat dihormati juga dengan mengetahui bagaimana perilakunya. Perilaku atau yang seringkali orang islam menyebutnya dengan akhlak yaitu tingkah laku atau perlakukan terhadap sesuatu dengan baik ataupun buruk. Akhlak ini dapat berupa akhlak baik maupun juga akhlak yang buruk.

Sebagai umat muslim haruslah kita mempunyai akhlak yang baik atau akhlak mulia karena mempunyai akhlak yang baik akan membawa anda ke jalan yang benar yaitu jalan yang di ridhai oleh allah dalam menghadapi kehidupan yang sedang dijalani.

Seperti hadits tentang akhlak menurut hadits riwayat ahmad, tirmidzi dan juga yang lainnya yaitu yang memiliki arti “bertakwalah engkau kepada allah di manapun berada, dan sertailah kemaksiatan dengan amalan kebaikan maka niscaya kebaikan itu akan menghapus dari gelapnya dosa keburukan, serta berinteraksilah dengan manusia yaitu dengan akhlak yang mulia”.

Hadits di atas sudah sangat jelas bahwa sebagai umat muslim yang beriman haruslah kita selalu untuk berakhlak yang baik serta mulia, selalu beribadah kepada allah dan juga melakukan kegiatan – kegiatan yang baik dengan akhlak yang baik juga tentunya. Menjaga akhlak juga termasuk dalam menjaga tutur kata kepada sesama umat manusia hal ini karena perkataan yang dapat menyinggung perasaan orang lain atau menyakiti perasaan orang lain itu merupakan akhlak yang tercela dan allah sangat membenci orang yang memiliki akhlak yang tercela dan nerakalah tempat bagi orang – orang yang berakhlak tidak baik atau tercela.

Berakhlak merupakan hal yang sangat penting saat anda akan berinteraksi dengan seseorang dengan menjaga setiap tingkah laku, setiap ucapan yang akan dikeluarkan dari mulut anda harus mengeluarkan ucapan yang baik, menyemangati orang yang sedang lemah dan juga berperilaku selalu membantu orang – orang yang membutuhkan pertolongan.

Jangan pernah menganggap remeh akan akhlak ini karena anda akan hidup sehari – hari selalu berinteraksi dengan seseorang dan juga harus saling menjaga sikap agar tetap rukun dan damai dalam berinteraksi.

Ucapkanlah Salam, Jawablah Salam

Betapa banyaknya umat muslim yang berpaling dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kemudian menggantinya dengan kebiasaan orang-orang kafir. Lihatlah bagaimana kebiasaan mereka dalam berpakaian, berkata, tata cara makan, dan pola pikir yang sangat jauh dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun mirip kebiasaan orang-orang kafir.

Pembaca yang budiman, tidakkah kita pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan kaum tersebut.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Maka kita semestinya bersemangat dalam melakukan kebaikan dan menghidupkan serta menyuburkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saudariku seakidah, menebar salam antar umat muslim adalah salah satu sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hendaknya setiap diri menumbuhkan kebiasaan yag mulia ini pada diri sendiri dan lingkungannya.

Dalam Shahih Muslim (54) disebutkan: Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai. Salah satu bentuk kecintaan adalah menebar salam antar sesama muslim.”

Di dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan diantara syarat masuk surga adalah keimanan kemudian menggantungkan keimanan dengan saling cinta-mencintai sesama muslim, dan itu semua tidak akan terwujud kecuali dengan salah satu caranya, yaitu menebarkan salam antara sesama muslim.

Definisi Salam

Ulama berbeda pendapat akan makna salam dalam kaliamat ‘Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu’. Berkata sebagian ulama bahwasanya salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah sehingga kalimat ‘Assalaamu ‘alaik’ berarti Allah bersamamu atau dengan kata lain engkau dalam penjagaan Allah. Sebagian lagi berpendapat bahwa makna salam adalah keselamatan sehingga maknanya ‘Keselamatan selalu menyertaimu’. Yang benar, keduanya adalah benar sehingga maknanya semoga Allah bersamamu sehingga keselamatan selalu menyertaimu.

Wajibnya Menjawab Salam

Saudariku seiman, jika ada yang mengucapkan salam kepada kita sedang kita dalam kondisi sendiri, maka kita wajib menjawabnya karena menjawab salam dalam kondisi tersebut hukumnya adalah fardu ‘ain. Sedang jika salam diucapkan pada suatu rombongan atau kelompok, maka hukum menjawabnya adalah fardu kifayah. Jika salah satu dari kelompok tersebut telah menjawab salam yang diucapkan kepada mereka, maka sudah cukup. Sedang hukum memulai salam adalah sunnah (dianjurkan) namun untuk kelompok hukumnya sunnah kifayah, jika sudah ada yang mengucapkan maka sudah cukup.

Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sudah mencukupi untuk suatu rombongan jika melewati seseorang, salah satu darinya mengucapkan salam.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Adab Mengucapkan Salam

1. Mengucapkannya Dengan Sempurna

Pembaca, semoga Allah merahmatiku dan merahmati kalian semua, sangat dianjurkan bagi kita untuk mengucapkan salam dengan sempurna, yaitu dengan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu.”

Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Imran bin Hushain radiallau ‘anhu, ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan , ‘Assalaamu’alaikum’. Maka dijawab oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia duduk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sepuluh’. Kemudian datang lagi orang yang kedua, memberi salam, ‘Assalaamu’alaikum wa Rahmatullaah.’ Setelah dijawab oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia pun duduk, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Dua puluh’. Kemudian datang orang ketiga dan mengucapkan salam: ‘Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa baraakaatuh’. Maka dijawab oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia pun duduk dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tiga puluh’.” (Hadits Riwayat Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 986, Abu Dawud no. 5195, dan At-Tirmidzi no. 2689 dan beliau meng-hasankannya).

2. Memulai Salam Terlebih Dahulu

Saudariku di jalan Allah, memulai mengucapkan salam kepada orang lain adalah sangat dianjurkan. Hendaknya yang lebih muda mengucapkan salam kepada yang lebih tua, yang lewat memberi salam kepada yang sedang duduk, dan yang sedikit mengucapkan salam kepada yang banyak, serta yang berkendaraan mengucapkan salam kepada yang berjalan. Hal tersebut sejalan dengan hadist dari Abu Hurairah. Pengucapan salam yang berkendaraan kepada yang berjalan adalah sebagai bentuk syukur dan salah satu keutamaannya adalah agar menghilangkan kesombongan.

Dalam hadits tersebut, bukan berarti bahwa apabila orang-orang yang diutamakan untuk memulai salam tidak melakukannya, kemudian gugurlah ucapan salam atas orang yang lebih kecil, atau yang tidak berkendaraan, dan semisalnya. Akan tetapi Islam tetap menganjurkan kaum muslimin mengucapkan salam kepada yang lainnya walaupun orang yang lebih dewasa kepada yang lebih muda atau pejalan kaki kepada orang yang berkendaraan, sebagaiman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Yang lebih baik dari keduanya adalah yang memulai salam.” (HR. Bukhori: 6065, Muslim: 2559)

Salah satu upaya menyebarkan salam diantar kaum muslimin adalah mengucapkan salam kepada setiap muslim, walaupun kita tidak mengenalnya.

Hal ini didasari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamDari ‘Abdullah bin Amr bin Ash radiallahu ‘anhuma, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Islam bagaimana yang bagus?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau memberi makan ( kepada orang yang membutuhkan), mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal.” (HR. Bukhori: 2636, Muslim: 39)

3. Mengulangi Salam Tatkala Berjumpa Lagi Walaupun Berselang Sesaat

Bagi seseorang yang telah mengucapkan salam kepada saudaranya, kemudian berpisah, lalu bertemu lagi walaupun perpisahan itu hanya sesaat, maka dianjurkan mengulang salamnya. Bahkan seandainya terpisah oleh suatu pohon lalu berjumpa lagi, maka dianjurkan mengucapkan salam, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Apabila di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah mengucapkan salam kepadanya. Apabila terhalang oleh pohon, dinding, atau batu (besar), kemudian dia berjumpa lagi, maka hendaklah dia mengucapkan salam (lagi).” (HR. Abu Dawud: 4200, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Misykat al-Mashobih: 4650, dan lihat Silsilah Shohihah: 186)

4. Tidak Mengganggu Orang yang Tidur Dengan Salamnya

Dari Miqdad bin Aswad radiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Kami mengangkat jatah minuman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena beliau belum datang), kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam datang di malam hari, maka beliau mengucapkan salam dengan ucapan yang tidak sampai mengganggu/ membangunkan orang tidur dan dapat didengar orang yang tidak tidur, kemudian beliau masuk masjid dan sholat lalu datang (kepada kami) lalu beliau minum (minuman kami).” (HR. Timidzi: 2719 dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Adab Az-Zifaf hal. 167-196 cet. terbaru)

5. Tidak Memulai Ucapan Salam Kepada Orang Yahudi dan Nasrani

Dari Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian mengucapkan salam lebih dahulu kepada Yahudi dan Nashrani, dan bila kalian bertemu mereka pada suatu jalan maka desaklah mereka ke sisi jalan yang sempit.”

Hadits ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mulia dan unggul dari yang lainnya. Jika mereka mengucapkan salam kepada kita, maka balaslah salamnya dengan ucapan ‘Wa ‘alaikum’.

6. Berusaha Membalas Salam Dengan yang Lebih Baik atau Semisalnya

Maksudnya, tidak layak kita membalas salam orang lain dengan salam yang lebih sedikit. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya:

“Apabila kalian diberi salam/penghormatan, maka balaslah dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa.” (QS. An-Nisa’: 86)

Kebiasaan Para Sahabat Berjabat Tangan

Adalah kebiasaan para sahabat jika mereka berjumpa maka saling berjabat tangan antar satu dengan yang lain. Maka apabila kita bertemu dengan seorang teman, cukupkanlah dengan berjabat tangan disertai dengan ucapan salam (Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa baraakaatuh) tanpa berpelukan kecuali ketika menyambut kedatangannya dari bepergian, karena memeluknya pada saat tersebut sangat dianjurkan. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik radiallahu ‘anhu, ia berkata:

“Apabila sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saling berjumpa, maka mereka saling berjabat tangan dan apabila mereka datang dari bepergian, mereka saling berpelukan.” (HR. At-Tabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath no. 97 dan Imam Al-Haitsami berkata dalam kitab Majma’uz Zawaa’id VIII/ 36, “Para perawinya adalah para perawi tsiqah.”)

Saudariku muslimah, yang berusaha meniti jalan kebenaran, hendaklah adab-adab di atas kita jaga. Kita berusaha untuk menanamkannya pada diri kita, memupuknya, memeliharanya serta mengajak orang lain kepadanya. Semoga Allah, Dzat yang membalas kebaikan sebesar dzarrah dengan kebaikan dan membalas keburukan sebesar dzarrah dengan keburukan memberikan kita keistiqamahan untuk senantiasa berjalan di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamWa Allahu A’lam.

 

Masihkah Kau Tidak Memberikan Maaf Kepadanya

Setiap orang pasti punya salah, salah tutur kata atau salah perbuatan. Lantas, kita sebagai orang yang disakiti, apakah kita bisa memaafkan kesalahan orang tersebut ataukah kita memendam amarah tersebut selama kita menjalani kehidupan ini?

Wahai pembaca, yang semoga dirahmati oleh Allah, sungguh islam datang dengan membawa ajaran yang damai dan menentramkan hati setiap insan. Islam mengajarkan untuk bermudah-mudah dalam memberikan maaf. Simaklah ayat Allah berikut tentang ciri-ciri orang bertaqwa yang akan mendapatkan balasan surga, balasan kenikmatan yang tiada tara :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”.[1]

Alangkah indahnya ajaran umat islam ini. Sosok teladan umat islam, Nabi Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga memberikan teladan yang memikat hati. Simaklah cerita yang disampaikan oleh sahabat mulia, Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

كُنْتُ أَمْشِى مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانِىٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ ، فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِىٌّ فَجَذَبَهُ جَذْبَةً شَدِيدَةً ، حَتَّى نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ أَثَّرَتْ بِهِ حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ جَذْبَتِهِ ، ثُمَّ قَالَ مُرْ لِى مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِى عِنْدَكَ . فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ ، فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ

“Saya pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengenakan baju buatan negeri Najran yang kasar tepinya. Lalu ada seorang Arab Badui yang menemuinya, kemudian ia menarik-narik selendang beliau dengan kuat. Saya melihat leher beliau terdapat bekas ujung baju karena kerasnya tarikan orang Badui itu. Kemudian ia berkata, “Wahai Muhammad berilah kepadaku harta Allah yang ada padamu.” Beliau menoleh kepada orang Badui itu. Sambil tersenyum, beliau menyuruh untuk memenuhi permintaan orang Badui itu”.[2]

Contoh sikap agung yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa beliau bisa sangat bersabar dengan tabiat arab badui tersebut. Beliau tidaklah menampakkan kemarahan kepada badui tersebut, bahkan membalasnya dengan yang lebih baik yaitu dengan suguhan senyuman manis dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Betapa diri ini tidak semakin cinta kepada nabi akhir zaman ini. Perangai dan tutur kata beliau sangatlah sopan dan santun. Akan tetapi, sudahkah kita bisa mempraktekkan perbuatan yang dicontohkan oleh beliau? Mudah memberikan maaf, bahkan membalas keburukan orang lain dengan kebaikan?

Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan kepada kita semua hidayah-Nya agar hari-hari kita selalui dihiasi dengan akhlak yang mulia sesuai dengan tuntunan alquran dan sunnah.

 

Akhlaq Untuk Buah Hati

Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan disetiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orangtua.

Karena setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana hadist sahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan dimintai tanggungjawabnya serta pembantu adalah penanggungjawab atas harta benda majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Pertanggung jawaban orang tua tersebut baik di dunia ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi pendidikan kepada anak dengan pendidikan yang baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu“Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”

Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain.

Disamping ikhtiar dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan, doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian dan doa orangtua atas anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dihasankan oleh syaikh Al Albani dalam Shohih dan Dho’if Sunan Abu Daudhadist no. 1536)

Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka.

Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah:

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)

Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam“Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. Al Baqoroh: 128)

Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi buah hatinya lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah Membahagiakan anak. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian para orangtua tersebut?! Ada yang berpendapat bahagia tatkala anaknya bisa mendapatkan sekolah yang favorit dan menjadi bintang kelas, orang yang berpendapat seperti ini maka akan menggebu-gebu untuk mencarikan tempat les dimana-mana, hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan islam kepadanya. Adalagi pendapat bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun didunia, orangtua tipe ini akan berambisi untuk mencari materi dan materi untuk memuaskan si anak tanpa disertai pendidikan akhlak bagaimana cara mengatur serta memanfaatkan harta yang baik. Dan ada pula sebagian yang lain bahwa kebahagiaan adalah buah dari keimanan kepada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati; bersabar tatkala mendapat musibah dan bersyukur tatkala mendapatkan nikmat. Namun jarang ditemukan orangtua yang sependapat dengan tipe ketiga ini. Kebanyakan diantara mereka sependapat dengan tipe 1 dan 2. Dan tatkala mereka tiada, mereka akan berlomba-lomba untuk mewasiatkan harta ini dan itu, padahal telah dicontohkan oleh lukman mengenai wasiat yang terbaik. Bukan sekedar harta atau perhiasan dunia melainkan sesuatu hal yang lebih berharga dari keduanya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman melalui lisan lukman:

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar.’ Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orangtua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKu-lah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata), ‘Hai anakku sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau dilangit atau didalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjaln dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.’” (QS. Luqman: 13-19)

Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada orangtua bahkan durhaka kepada orangtua, banyak diantara orangtua yang menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau alasan-alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun hendaknya orangtua mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak kecil? Sudahkah dia diajari untuk memilih lingkungan yang baik? Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah si anak tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali? Jika jawabannya belum, maka pantaslah jika orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah,

“Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa anak tercinta menjadi rusak akibat keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak mengambil manfaat daria anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia maupun diakhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.”

Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orangtua namun saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang lebih berharga daripada sekedar harta yang kini sedang para orangtua obsesikan.

Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:

1. Dengan memberi contoh mengucapkan salam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda:

“Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Dan maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu jika kalian mengerjakannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkan salam diantara kalian.” (HR. Muslim)

2. Memperhatikan etika dalam makan.

Dari umar bin Abu Salamah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda kepadaku,

“Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari makanan yang paling dekat denganmu.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Mengajarkan rasa kebersamaan dengan saudara muslim yang lain, misalnya dengan menjenguk orang sakit.

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda,

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima; menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangan dan mendoakan orang yang bersin.”(Muttafaqun ‘alaihi)

4. Mengajarkan kejujuran.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“Peganglah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan menunjukan kepada surga. Seseorang selalu jujur dan memelihara kejujuran hingga tercatat di sisi Allah termasuk orang yang jujur. Dan hindarilah dusta karena kedustaan menunjukkan kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan kepada neraka. Seseorang selalu berdusta dan terbiasa berbuat dusta hingga tertulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari Muslim)

Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, generasi pemuda yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang lain. Wallohu a’lam bishowab.

 

;