Sinar Ilmu Menggantikan Penglihatan

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap orang. Pada dasarnya, manusia tidak mengetahui apa-apa. Pendidikan kemudian menjadi jendela kehidupan manusia dimana sinar ilmu pengetahuan masuk kedalam diri seseorang. Dengan ilmu pengetahuan, seseorang dapat menguasai suatu bidang ilmu tertentu.

Manusia telah diberikan akal oleh Allah untuk memahami ilmu-ilmunya yang bertebaran di muka bumi seperti tafsir, hadits, fiqh dan masih banyak lagi lainnya. Dapat kita bayangkan, seseorang yang tidak mendapatkan ilmu pengetahuan seperti seseorang yang berada di dalam ruangan gelap tanpa lampu. Dengan Pendidikan, manusia menjadi lebih terarah dalam berfikir dan berpendapat. Bahkan, wahyu yang pertama kali turun adalah sebuah perintah untuk membaca. Allah SWT berfirman:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al’Alaq 1:5)

Di dalam ayat lainnya, Allah berfirman:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl 78)

Adapun sejumlah manfaat dan keutamaan dari buah pendidikan adalah sebagai berikut:

  1. Tumbuhnya kesadaran dalam diri bahwa Allah SWT Maha Besar dan Maha Kuasa
  2. Membuka jendela dunia yang jauh lebih luas
  3. Mendapatkan kemuliaan dengan berbagi ilmu pengetahuan
  4. Membuka pintu rizki
  5. Mendapat kemudahan dalam melakukan banyak hal sesuai ilmu yang dimiliki
  6. Meningkatkan rasa syukur karena masih memperoleh kesempatan untuk menikmati manisnya ilmu pengetahuan

Demikian halnya dengan teman-teman tunanetra. Meskipun secara kasat mata pandangan mereka gelap, dengan ilmu pengetahuan mereka akan tahu kemana arah melangkah, dan bagaimana impian dan cita-cita dapat diwujudkan. Karenanya, tiadanya penglihatan tidak menjadi alasan dan penghalang bagi tunanetra untuk memperoleh pendidikan.

 

Membentuk Karakter Dengan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam sejak dini sangat dibutuhkan dan diperlukan untuk perkembangan karakter anak. Ketika karakter anak bisa dibentuk sejak dini melalui pendidikan Islam, maka pendidikan di Indonesia akan maju dan menghasilkan para pemikir yang hebat dan berakhlak mulia.
 
Sistem Pendidikan Islam Di Indonesia
 
Pendidikan Islam merupakan suatu upaya yang terstruktur untuk membentuk manusia yang berkarakter sesuai dengan konsekuensinya sebagai seorang muslim. Dalam perjalanannya ada tiga jalan yang harus ditempuh untuk mengupayakan hal tersebut, yaitu:
 
1.Penanaman akidah Islam : pemikiran yang matang dan dijalankan dengan cara yang damai.
 
2.Menanamkan sikap konsisten pada orang yang sudah memiliki akidah : islam agar segala tindak tanduk dan cara berpikirnya tetap berada di jalurnya sebagai seorang muslim
 
3.Mengembangkan kepribadian islam pada mereka yang sudah memilikinya : dengan cara mengajaknya untuk bersungguh-sungguh menjalankan kehidupan secara islami, dalam artian semua pemikiran dan amalannya sesuai dengan kodratnya sebagai seorang muslim.
 
Islam telah mewajibkan semua umatnya untuk menuntut ilmu. Segala macam ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan juga semua umat. Begitu juga dengan Iptek. Hal ini juga penting untuk dipelajari karena dengan cara ini umat islam dapat memperoleh kemajuan material untuk menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi.
 
Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu ilmu-ilmu yang sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi.
 
Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian juga merupakan tujuan pendidikan islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT.
 
Sebagaimana penguasaan IPTEK, rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya juga sangat diperlukan oleh umat manusia. Hal itu termasuk wajib hukumnya.
 
Lembaga pendidikan
 
semestinya dapat menghasilkan calon-calon penerus yang tinggi secara sumber daya manusianya. Oleh karena itu system pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsure pembentuk pendidikan yang unggul.
 
Dalam hal ini, ada tiga hal penting yang harus kita perhatikan dengan baik, yaitu :
 
  1. Kerjasama yang terpadu antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Ketiga hal ini menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.
  2. Kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Dengan adanya kurikulum yang sering gonta ganti akhir-akhir ini, pendidikan kita jadi sedikit membingungkan, apalagi bagi masyarakat awam.
  3. Orientasi pendidikan ditujukan pada kepribadian islam dan penguasaan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat. Ketiga hal ini merupakan goal yang kita tuju.berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
 
Bagi semua kaum muslim, sistem pendidikan yang sekarang ini tentunya masih perlu banyak perbaikan disana-sini dan semestinya kita memperbaharui sistem yang ada untuk kebaikan kita semua.
 
Berusaha terus untuk menghasilkan generasi berkepribadian islam yang mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia.

Mendidik Tanggung Jawab Pada Anak

Pembahasan tentang tanggung jawab adalah masalah yang cukup berat. Apalagi bila diletakkan cermin ke masing-masing dari diri kita. Nah, sambil terus berusaha untuk menjalankan setiap tanggung jawab yang ada – yang nantinya akan ditanya di hari akhir – maka kita juga perlu mendidik anak-anak kita memiliki sikap tanggung jawab yang ini bermanfaat sangat besar dalam pembentukan sikap di kemudian hari insya Allah. Mungkin akan timbul sederet pertanyaan; apakah bisa mendidik tanggung jawab pada anak? Bagaimana? Memangnya sudah bisa dimengerti dan lain sebagainya. Pada tulisan ini, kita akan mencontoh dari teladan terbaik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik anak-anak untuk bertanggung-jawab.


Kapan Waktu yang Tepat ?

Mendidik tanggung jawab sesungguhnya dapat dilakukan bahkan di usia masih sangat kecil yaitu balita. Ustadz Abdul Hakim dalam bukunya “Menanti Buah Hati dan Hadiah untuk yang Dinanti” membagi usia anak-anak menjadi dua tahapan, yaitu sebelum tamyiz dan sesudah tamyiz. Tamyiz secara bahasa bermakna membedakan di antara sesuatu dan anak-anak yang yang telah dapat membedakan sesuatu dengan baik terutama di dalam hal-hal yang membahayakan dirinya dinamakan mumayyiz. Masih dalam kitabnya, Ustadz Abdul Hakim berkata, “Pendidikan yang terbaik bagi anak sebelum dan sesudah tamyiz dengan jalan mendengar dan melihat kepada sesuatu yang baik dan terbaik menurut agama dan bukan menurut akal fikiran dan adat-adat manusia yang menyalahi agama yang mulia.”

Dan berdasarkan kenyataan yang ada, pendidikan tanggung jawab ini memang dapat dilakukan bahkan ketika anak masih dalam usia kanak-kanak. Tentu saja ukuran kemampuannya berbeda-beda. Tetapi pendidikan ini dapat dimulai dari hal-hal yang kecil seperti membereskan mainannya atau menaruh piring di tempatnya bahkan hal yang besar yang berkaitan dengan tanggung jawab yang akan ditanggungnya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala (jika itu dilakukan ketika telah baligh). Seperti yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hasan bin Ali dalam hadits sebagai berikut

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: أخذ الحسن بن عليٍ رضي الله عنهما تمرة من تمرة الصدقة فجعلها فى فِيه. فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: كخ، كخ، اِرم بها، أما علمت أنّا لا نأكل الصدقة

“Dari Abu Huroiroh rodhiallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Hasan bin ‘Ali rodhiallahu ‘anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma zakat, lalu ia memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Kih! Kih! (keluarkanlah dan) buanglah kurma itu! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kita tidak boleh memakan barang zakat?’”(HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendidik seorang anak yang masih sangat kecil agar nantinya seterusnya ia dapat mengetahui dan memilah makanan yang halal dan haram baginya. Padahal kita ketahui bahwa persoalan halal dan haram adalah menyangkut perkara yang penting yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Seringkali seorang ibu ragu-ragu untuk memberikan tugas atau tanggung jawab kepada anak-anak. Bahkan saat-saat yang tepat terlewatkan begitu saja dari para orang tua karena merasa kasihan pada si kecil. Padahal, seorang anak sesungguhnya justru menyukai ketika diberikan tugas-tugas kerumahtanggaan, sebagai contoh mencuci piring dan gelasnya, mengepel dan lain-lain. Yang menjadi permasalahan, terkadang orang tua merasa apa yang dilakukan anaknya malah akan menambah pekerjaannya atau malah merepotkan. Maka sebenarnya ini dapat dicarikan solusinya.

Teknik Yang Tepat

Seperti telah disebutkan dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenegur Hasan yang masih kecil dengan teguran yang berbeda dengan teguran kepada orang dewasa. Maka orang tua dalam menegur atau memberitahukan tentang pekerjaan yang bisa diberikan kepadanya juga dengan cara-cara yang berbeda dengan orang dewasa. Semisal tentang pekerjaan yang jika dilakukan anak dianggap malah merepotkan, maka coba hilangkan anggapan seperti ini. Lihatlah sisi positifnya. Anak ketika usia ini menyukai pekerjaan yang diberikan. Maka bersabar adalah poin yang harus ditekankan pada diri orang tua. Berikanlah batasan pekerjaan pada hal-hal yang berkaitan dengan mereka (sang anak). Semisal mencuci hanya mencuci piring dan gelas yang mereka gunakan. Sehingga baik dari sang anak ataupun orang tua sama-sama tidak merasa terbebani.

Menegur Anak

Termasuk dalam hal mendidik tanggung jawab pada anak adalah menegurnya dari kesalahan yang telah dilakukannya. Hal ini sebagaimana dicontohkan dalam hadits pertama dalam artikel ini dan juga dalam hadits berikut:

عن عبد الله بن بسر ااصحابّي ر ضي الله عنه قال: بعثْني أميّ ألى رسول الله صلّى الله عليه و سلّم بقِطْف من عِنَبٍ فأكلت منه قبل أن أبلغه إيّاه فلمّا جئت به أخذ بأذني، وقال: يا غـدر

Dari ‘Abdullah bin Busr Ash-Shahabi rodhiallahu ‘anhu ia berkata: “Ibu saya pernah mengutus saya ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan setandan buah anggur. Akan tetapi, sebelum saya sampai kepada beliau saya makan (buah itu) sebagian. Ketika saya tiba di rumah Rasulullah, beliau menjewer telinga saya seraya bersabda: ‘Wahai anak yang tidak amanah’” (HR. Ibnu Sunni)

Dari sini dapat diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan anak sesuai dengan kadar kesalahan dan kondisi seorang anak-anak. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan seorang anak tidak bertanggung jawab terhadap amanah yang telah diberikan, dan sisi lain beliau menghukum juga dengan tidak berlebihan. Termasuk dalam menegur adalah mengingatkan seorang anak bila terjadi pertengkaran dengan teman lainnya (yang ini memang biasa terjadi pada anak-anak) untuk berani minta maaf. Minta maaf adalah sebuah wujud tanggung jawab terhadap kesalahan yang diperbuatnya. Dan dalam mengajarkan ini, orang tua harus dapat bersikap adil sehingga seorang anak tidak merasa terpojokkan dan mentalnya jatuh. Salah satu caranya adalah dengan mendorong kedua belah pihak untuk saling memaafkan sambil diingatkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ما زاد الله عبدا يعفو إلاّ عزّا و ما تواضع أحد لله إلاّ رفعه الله

“Allah tidak menambah seorang hamba yang mau memaafkan kecuali kemuliaan dan tidaklah seseorang itu bersikap rendah diri kepada Allah kecuali Allah pasti akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)

Tidak Hanya Tanggung Jawab Duniawi

Hal yang sangat penting untuk diingat oleh para pendidik, pendidikan tanggung jawab tidak hanya berkaitan dengan perkara-perkara di dunia seperti membereskan tugas-tugas, mainan dan lain sebagainya. Ada tanggung jawab yang sangat penting yang harus pula dididik mulai dari usia yang masih belia. Dan ini berkaitan dengan rukun Islam yaitu penegakkan sholat lima waktu. Tidaklah seseorang meninggalkan sholat karena meremehkan tanggung jawabnya nanti di hadapan Allah, padahal sholat adalah hal yang pertama kali dipertanyakan ketika penghisaban nanti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا الصَّبِيَّ با الصّلاةِ إذَا بلغ سبع سنين، وإذا بلغ عشر سنين فاضرِبوه عليها

“Perintahkanlah anak-anak untuk mendirikan sholat ketika dia berumur tujuh tahun. Dan ketika dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau dia meninggalkan sholat.”(HR. Abu Daud dan lain-lain dari jalan Sabrah bin Ma’bad)

Dari hadits ini, maka adalah tanggung jawab seorang bapak atau wali untuk memerintahkan anak-anak mereka untuk mendirikan sholat fardhu ketika berumur tujuh tahun. Dan yang diwajibkan adalah memerintahkan mereka. Adapun mereka melaksanakan atau tidak maka mereka tidak berdosa (Abdul Hakim Amir Abdat, Menanti Buah Hati). Sedangkan setelah berumur sepuluh tahun, maka wajib bagi bapak atau wali untuk memukul anak-anak mereka jika mereka meninggalkan sholat fardhu. Pukulan ini tentulah tidak pada muka dan tidak membekas pada tubuh.

Demikian yang dapat penulis berikan sedikit tentang pendidikan tanggung jawab pada anak. Masih banyak poin-poin tentang tanggung jawab yang dapat ditanamkan pada diri anak. Agar lebih dapat mendapat pembahasan yang luas silakan melihat pada kitab-kitab yang penulis jadikan rujukan. Tanggung jawab yang menjadi poin untuk dididik pada anak sesungguhnya juga merupakan hal yang patut diingat oleh setiap pemimpin dalam hal ini ayah dan ibu yang semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya diakhirat nanti atas apa yang mereka pimpin. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kemudahan dan kesabaran untuk melaksanakan amanah ini. Wallahu A’lam.

 

Akhlaq Untuk Buah Hati

Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan disetiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orangtua.

Karena setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana hadist sahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan dimintai tanggungjawabnya serta pembantu adalah penanggungjawab atas harta benda majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Pertanggung jawaban orang tua tersebut baik di dunia ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi pendidikan kepada anak dengan pendidikan yang baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu“Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”

Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain.

Disamping ikhtiar dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan, doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian dan doa orangtua atas anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dihasankan oleh syaikh Al Albani dalam Shohih dan Dho’if Sunan Abu Daudhadist no. 1536)

Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka.

Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah:

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)

Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam“Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. Al Baqoroh: 128)

Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi buah hatinya lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah Membahagiakan anak. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian para orangtua tersebut?! Ada yang berpendapat bahagia tatkala anaknya bisa mendapatkan sekolah yang favorit dan menjadi bintang kelas, orang yang berpendapat seperti ini maka akan menggebu-gebu untuk mencarikan tempat les dimana-mana, hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan islam kepadanya. Adalagi pendapat bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun didunia, orangtua tipe ini akan berambisi untuk mencari materi dan materi untuk memuaskan si anak tanpa disertai pendidikan akhlak bagaimana cara mengatur serta memanfaatkan harta yang baik. Dan ada pula sebagian yang lain bahwa kebahagiaan adalah buah dari keimanan kepada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati; bersabar tatkala mendapat musibah dan bersyukur tatkala mendapatkan nikmat. Namun jarang ditemukan orangtua yang sependapat dengan tipe ketiga ini. Kebanyakan diantara mereka sependapat dengan tipe 1 dan 2. Dan tatkala mereka tiada, mereka akan berlomba-lomba untuk mewasiatkan harta ini dan itu, padahal telah dicontohkan oleh lukman mengenai wasiat yang terbaik. Bukan sekedar harta atau perhiasan dunia melainkan sesuatu hal yang lebih berharga dari keduanya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman melalui lisan lukman:

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar.’ Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orangtua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKu-lah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata), ‘Hai anakku sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau dilangit atau didalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjaln dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.’” (QS. Luqman: 13-19)

Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada orangtua bahkan durhaka kepada orangtua, banyak diantara orangtua yang menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau alasan-alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun hendaknya orangtua mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak kecil? Sudahkah dia diajari untuk memilih lingkungan yang baik? Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah si anak tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali? Jika jawabannya belum, maka pantaslah jika orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah,

“Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa anak tercinta menjadi rusak akibat keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak mengambil manfaat daria anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia maupun diakhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.”

Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orangtua namun saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang lebih berharga daripada sekedar harta yang kini sedang para orangtua obsesikan.

Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:

1. Dengan memberi contoh mengucapkan salam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda:

“Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Dan maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu jika kalian mengerjakannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkan salam diantara kalian.” (HR. Muslim)

2. Memperhatikan etika dalam makan.

Dari umar bin Abu Salamah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda kepadaku,

“Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari makanan yang paling dekat denganmu.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Mengajarkan rasa kebersamaan dengan saudara muslim yang lain, misalnya dengan menjenguk orang sakit.

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda,

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima; menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangan dan mendoakan orang yang bersin.”(Muttafaqun ‘alaihi)

4. Mengajarkan kejujuran.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“Peganglah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan menunjukan kepada surga. Seseorang selalu jujur dan memelihara kejujuran hingga tercatat di sisi Allah termasuk orang yang jujur. Dan hindarilah dusta karena kedustaan menunjukkan kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan kepada neraka. Seseorang selalu berdusta dan terbiasa berbuat dusta hingga tertulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari Muslim)

Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, generasi pemuda yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang lain. Wallohu a’lam bishowab.

 

Menyesal Kemudian Tiada Guna

Menyesal kemudian tiada guna, sebelum semuanya terjadi alangkah indahnya bila sejak dini orang tua mengutamakan pendidikan agama dan ahlak kepada buah hatinya.

Banyak orang tua merasa bangga karena bisa menyekolahkan anaknya disekolah yang mahal dan terkenal. Bangga karena dapat memberikan segala kebutuhan anak-anaknya. Namun soal pendidikan agama terutama ahlakul karimah, banyak orang tua yang menomorduakannya. Padahal pendidikan akhlak dan agama sangat penting.

Bahwa seorang anak  tumbuh dalam pelukan ayah bundanya, berkembang dalam kehangatan pangkuan yang penuh kasih sayang. Menjadi kebanggan bila orang tua memberikan yang terbaik atas segala kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun rohaninya.

Betapa bahagia dan sejuknya perasaan orang tua bila anak-anaknya menjadi anak yang cerdas, pintar dan saleh. Allah berfirman: “Dan orang-orang yang mengatakan, ‘Wahai Tuhan  kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan sebagai penyejuk pandangan kami, dan jadikanlah kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa’.” (al-Furqan: 74)

Ayat diatas merupakan munajat orang tua  kepada Allah. Akan tetapi munajat itu akan terwujud manakala dibarengi dengan usaha, yaitu dengan mendidik dan memberikan keteladanan kepada anak-anaknya.

Usaha menjadikan anak saleh

Diantara usaha orang tua kepada anak-anaknya adalah;  orang tua harus memberikan  wasiat untuk bertakwa dan taat kepada Allah. Kemudian  membekali mereka dengan pendidikan ahlak, keimanan dan keislaman serta keteladanan. Melarang mereka dari segala perbuatan durhaka kepada Allah , serta mengajarkan kebaikan kepada mereka.

Sangat disayangkan, bila orang tua  tidak menunaikan kewajiban yang diamanahkan kepadanya. Tidak ada penjagaan,  perhatian, terutama pendidikan agama dan ahlak  hingga akhirnya anak-anak menjadi ujian.  Allah berfirman: “Katakanlah, sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang merugikan dirinya dan keluarganya pada hari kiamat. Ketahuilah, sesungguhnya itulah kerugian yang nyata.” (az-Zumar: 15)

Jauh hari Rasulullah shallallahu’alaii wasallam telah mengingatkan bahwa setiap orang memikul tanggung jawabnya dan akan ditanya kelak pada hari kiamat tentang pelaksanaan tanggung jawabnya itu. Demikian yang dikisahkan oleh Abdullah bin ‘Umar dari Nabi shallallahu’alaii wasallam: “Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan akan ditanyai tentang tanggung jawabnya. Maka seorang pemimpin yang memimpin manusia adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanya tentang mereka. Seorang laki-laki adalah penanggung jawab atas keluarganya dan kelak dia akan ditanya tentang mereka. Seorang istri adalah penanggung jawab rumah tangga dan anak-anak suaminya dan kelak akan ditanya…” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829)

Usia anak-anak adalah usia yang sangat mudah digoyangkan oleh hembusan pemikiran yang menyesatkan, tuntunan yang menyimpang, dan akhlak yang rusak. Bila kita biarkan mereka bersahabat dengan pengaruh jelek maka mereka akan menjadi generasi yang rusak dan generasi yang kacau.

Orang tua adalah Pendidik utama

Kalau bukan di tangan orangtua, pada siapakah pendidikan anak-anak akan diserahkan?

Terkadang ayah dan ibu beralasan, mereka tidak kuasa lagi mendidik anak-anaknya karena mereka sudah ‘kurang ajar’ kepada ayah dan ibunya. Kenapa mereka kurang ajar? Bisa jadi karena hilangnya kewibawaan orang tua. Anak-anak dibiarkan bersikap semaunya. Tak pernah ada sapaan untuk menanyakan keadaan mereka. Tak pernah didapati kehangatan saat berkumpul. Tak pernah pula dijumpai kebersamaan saat menikmati hidangan makan. Ahirnya terciptalah jarak yang jauh antara anak dengan orang tua. Bagaimana mungkin sang anak akan menurut dan mendengar nasihatnya?

Demikian besar tanggung jawab itu, maka orang tua harus mempersiapkan diri untuk menjadi pendidik yang pertama dan utama. Kenapa? Karena orang tua harus, mengajarkan ilmu, membaca dan menjajarkan ahlak mulia yang disertai dengan keteladanan.

Orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak, baik dalam ucapan maupun perilaku. Selalu menunaikan janji jika orang tua berjanji. Alangkah indahnya jika anak melihat ayah bundanya melaksanakan segala yang mereka perintahkan. Dalam Q.S Ash-Shaff Allah memberikan peringatan: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian lakukan? Teramat besar kebencian di sisi Allah apabila kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan.” (ash-Shaff: 2—3)

;