Yayasan Raudlatul Makfufin

Tata Cara Pernikahan Dalam Islam

Islam  telah  memberikan  konsep  yang  jelas  tentang  tata  cara  pernikahan berlandaskan Al‐Qur’an  dan Sunnah  yang Shahih , berikut secara  singkat  penjelasannya:

1. Khitbah (Peminangan)

Seorang  muslim  yang  akan  mengawini  seorang  muslimah  hendaknya  ia meminang  terlebih  dahulu,  karena  dimungkinkan  ia  sedang  di  pinang  oleh orang  lain,  dalam  hal  ini  Islam  melarang  seorang  muslim  meminang  wanita yang  sedang  dipinang  oleh  orang  lain  (Muttafaq ‘alaihi).  Dalam  khitbah disunnahkan  melihat  wajah  yang  akan  dipinang  (Hadits  Shahih  Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).

2. Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :

a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi‐saksi.

Dan menurut  sunnah  sebelum  aqad  nikah  diadakan  khutbah  terlebih  dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

3. Walimah

Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam  walimah  hendaknya  diundang  orang‐orang  miskin.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda  tentang mengundang orang‐orang kaya saja berarti makanan itu sejelk‐jelek makanan.  Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang  orang‐orang  kaya  saja  untuk  makan,  sedangkan  oran‐orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul‐Nya”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).

Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang‐orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang‐orang mukmin dan jangan  makan  makananmu  melainkan  orang‐orang  yang  taqwa”.  (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa’id Al‐Khudri).

Wallahu a’alam bish shawab.

 

;