Amalan Bagi Wanita yang Pahalanya Seperti Syahid di Jalan Allah

Sebagai pemeluk agama islam, syahid dijalan Allah adalah sebuah cita – cita yang sangat diimpikan, tak terkecuali bagi para muslimah. Dalam agama islam tidak ada perbedaan derajat antara laki – laki dan perempuan, keduanya memiliki posisi yang sama dihadapan Allah, yang membedakan hanyalah hati dan amal perbuatan saja.

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisa : 124)

Allah memberikan kesempatan yang sama bagi setiap hambanya untuk belomba – lomba dalam kebaikan, namun sudah menjadi Sunnatullah pada umumnya wanita diciptakan tidak setangguh dan sekuat laki – laki, terlebih lagi setiap wanita akan mengalami priode menstruasi, sehingga tidak akan bisa sempurna dalam menjalankan sholat lima waktu dan puasa ramadhan.

Lalu bagaimana cara wanita untuk masuk surga ?

Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila seorang wanita (istri) itu telah melakukan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga harga dirinya dan mentaati perintah suaminya, maka ia diundang di akhirat supaya masuk surga berdasarkan pintunya mana yang ia suka (sesuai pilihannya).”
(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani)

Sungguh begitu beruntung para wanita yang beriman, Allah telah menjanjikannya untuk dapat memasuki surga berdasarkan pintu manapun yang ia sukai. Bahkan bagi seorang istri apabila sang suami ridha terhadapnya, maka Insya Allah surga lah sebaik – baik tempat kembalinya.

“Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya ridha terhadapnya, maka dia akan masuk surga. “ (HR. Tirmidzi).

Pahalanya seperti para syuhada

Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam pernah bersabda : “Dari mulai hamil, melahirkan, dan menyapih, seorang perempuan akan mendapatkan pahala layaknya pejuang di jalan Allah. Jika ia meninggal dalam rentang masa tersebut, ia mendapat pahala syahid di jalan Allah.” (HR. Ibnu Jauzi)

“Mati syahid ada 7 selain yang terbunuh di jalan Allah: Orang yang mati karena thaun, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena ada luka parah di dalam perutnya, syahid. Orang yang mati sakit perut, syahid. Orang yang mati terbakar, syahid. Orang yang mati karena tertimpa benda keras, syahid. Dan wanita yang mati, sementara ada janin dalam kandungannya.” (HR. Abu Daud)

Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguknya ketika Ubadah sedang sakit. Di sela-sela itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

“Tahukah kalian, siapa orang yang mati syahid di kalangan umatku?”

Ubadah menjawab: ‘Ya Rasulullah, merekalah orang yang sabar yang selalu mengharap pahala dari musibahnya.’

Berarti orang yang mati syahid di kalangan umatku cuma sedikit. Orang yang mati berjihad di jalan Allah, syahid, orang yang mati karena Tha’un, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena sakit perut, syahid. Dan wanita yang mati karena nifas, dia akan ditarik oleh anaknya menuju surga dengan tali pusarnya. (HR. Ahmad)

Pengorbanan yang dilakukan wanita selama proses kehamilan, melahirkan, nifas, dan menyusui adalah pengorbanan berat yang ditanggung sendiri oleh wanita selama bertahun-tahun. Allah menyamakan hal tersebut layaknya seorang pejuang yang menghadapi bahaya di jalan Allah dan apabila meninggal maka akan mendapat pahala syahid di jalan Allah.

Semoga kita diberikan anugrah untuk menggapai cita – cita tertinggi untuk syahid di jalan Allah, dan dikumpulkan bersama para syuhada di surga.

 

Dahsyatnya Godaan Wanita

Allah ta’ala telah menganugerahkan kepada kaum wanita keindahan yang membuat kaum lelaki tertarik kepada mereka. Namun syariat yang suci ini tidak memperkenankan keindahan itu diobral seperti layaknya barang dagangan di etalase atau di emperan toko. Tapi kenyataan yang kita jumpai sekarang ini wanita justru menjadi sumber fitnah bagi laki-laki. Di jalan-jalan, di acara TV atau di VCD para wanita mengumbar aurat seenaknya bak kontes kecantikan yang melombakan keindahan tubuh, sehingga seolah-olah tidak ada siksa dan tidak kenal apa itu dosa. Benarlah sabda Rasulullah yang mulia dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di mana beliau bersabda, “Tidak pernah kutinggalkan sepeninggalku godaan yang lebih besar bagi kaum lelaki daripada wanita.” (HR. Bukhari Muslim)

Ya, begitulah realitasnya, wanita menjadi sumber godaan yang telah banyak membuat lelaki bertekuk lutut dan terbenam dalam lumpur yang dibuat oleh syaitan untuk menenggelamkannya. Usaha-usaha untuk menggoda bisa secara halus, baik disadari maupun tidak, secara terang-terangan maupun berkedok seni. Tengoklah kisah Nabi Allah Yusuf ‘alaihis salam tatkala istri pembesar Mesir secara terang-terangan menggoda Beliau untuk diajak melakukan tindakan tidak pantas. Nabi Yusuf pun menolak dan berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.” (QS. Yusuf: 23)

Muhammad bin Ishaq menceritakan, As-Sirri pernah lewat di sebuah jalan di kota Mesir. Karena tahu dirinya menarik, wanita ini berkata, “Aku akan menggoda lelaki ini.” Maka wanita itu membuka wajahnya dan memperlihatkan dirinya di hadapan As-Sirri. Beliau lantas bertanya, “Ada apa denganmu?” Wanita itu berkata, “Maukah anda merasakan kasur yang empuk dan kehidupan yang nikmat?” Beliau malah kemudian melantunkan syair,”Berapa banyak pencandu kemaksiatan yang mereguk kenikmatan dari wanita-wanita itu, namun akhirnya ia mati meninggalkan mereka untuk merasakan siksa yang nyata. Mereka menikmati kemaksiatan yang hanya sesaat, untuk merasakan bekas-bekasnya yang tak kunjung sirna. Wahai kejahatan, sesungguhnya Allah melihat dan mendengar hamba-Nya, dengan kehendak Dia pulalah kemaksiatan itu tertutupi jua.” (Roudhotul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin, karya Ibnul Qayyim)

Perhatikanlah bagaimana Rasulullah telah mewanti-wanti kepada kita sekalian lewat sabda beliau, “Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatilah pada wanita karena fitnah pertama bagi Bani Isroil adalah karena wanita.” (HR. Muslim) Kini, di era globalisasi, ketika arus informasi begitu deras mengalir, godaan begitu gampang masuk ke rumah-rumah kita. Cukup dengan membuka surat kabar dan majalah, atau dengan mengklik tombol remote control, godaan pun hadir di tengah-tengah kita tanpa permisi, menampilkan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok memamerkan aurat yang semestinya dijaga.

Lalu, sebagian muslimah ikut-ikutan terbawa oleh propaganda gaya hidup seperti ini. Pakaian kehormatan dilepas, diganti dengan pakaian-pakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh, tanpa merasa risih. Godaan pun semakin kencang menerpa, dan pergaulan bebas menjadi hal biasa. Maka, kita perlu merenungkan dua bait syair yang diucapkan oleh Sufyan Ats-Tsauri: “Kelezatan-kelezatan yang didapati seseorang dari yang haram, toh akan hilang juga, yang tinggal hanyalah aib dan kehinaan, segala kejahatan akan meninggalkan bekas-bekas buruk, sungguh tak ada kebaikan dalam kelezatan yang berakhir dengan siksaan dalam neraka.”

Seorang ulama yang masyhur, Ibnul Qayyim pun memberikan nasihat yang sangat berharga: “Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan mata itu sebagai cerminan hati. Apabila seorang hamba telah mampu meredam pandangan matanya, berarti hatinya telah mampu meredam gejolak syahwat dan ambisinya. Apabila matanya jelalatan, hatinya juga akan liar mengumbar syahwat…”

Wallahul Musta’an.

 

Wanita Dan Syar’i

Ilmu adalah segalanya. Apapun aktifitas manusia tak akan lepas dari peran ilmu. Ilmu adalah nikmat Allah yang agung. Dengan ilmu, manusia akan dapat meraih kebahagiaan di dua negeri, dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia berupa keselamatan dari kesesatan dan dekat kepada petunjuk Allah. Hal ini tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu. Kebahagiaan di akhirat berupa keselamatan dari api neraka. Hal ini pun tidak akan tercapai kecuali dengan ilmu. Hati pun akan hidup dengan cahaya ilmu dan berilmu merupakan ciri seorang yang beriman.

Bahkan tidak akan berguna suatu amal tanpa ilmu, karena ilmu merupakan imam (pemimpin) bagi amal. Pendek kata tidak ada kehidupan tanpa ilmu, tidak ada kebahagiaan tanpa ilmu dan tidak akan tenang dan damai kehidupan manusia tanpa ilmu, lalu Ilmu apakah yang dapat mewujudkan semua itu? Ilmu jenis manakah yang dapat mengantarkan manusia menuju kebahagiaan sesungguhnya? Serta sederet pertanyaan lain terbetik di setiap benak kita. Jawabannya singkat yaitu ilmu syar’i, ilmu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, bukan ilmu yang muncul dari kepala para filosof atau dari hasil otak-atik aqlaniyun (pemuja akal) dan yang semisal mereka. Bahkan kebanyakan yang datang dari mereka tidak layak dikategorikan ilmu, melainkan ilham yang datang dari setan belaka.

Berkata Imam Syafi’i رحمه الله :

“Semua ilmu selain Al-Qur’an hanyalah menyibukkan belaka kecuali ilmu hadits dan fiqhi dalam agama, (hakikat) Ilmu adalah yang didalamnya ada perkataan “Telah disampaikan kepada saya” (Hadits) adapun selain itu maka dia hanyalah was-was syaithan” Ilmu (syar`i) adalah firman Allah, sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dan ucapan para shahabat, bukan selain itu.

Demikian para ulama menerangkan bahwa Ilmu syar`i wajib diketahui dan dimiliki oleh setiap manusia yang mengaku dirinya muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda :

( طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِ يْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ( رواه أحمد و ابن ماجه

“Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim” (HHR. Ahmad dan Ibnu Majah) Kata-kata “Muslim” dalam hadits ini bermakna umum baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda, tidak pandang bulu. Kita wajib bersyukur kepada Allah karena semakin maraknya majelis-majelis ta`lim, telah masuk dan menjamur di seluruh pelosok masyarakat muslimin lewat kajian-kajian rutin hal ini merupakan satu fenomena yang membesarkan hati kaum muslimin di satu sisi, namun di sisi lain terasa sangat memprihatinkan. Jika kita tengok kasus-kasus yang terjadi, khususnya yang menimpa saudari-saudari kita kaum muslimah. Ternyata bukan ilmu syar’i yang mereka bawa pulang ke rumah dan bukan bekal hidup di dunia dan akhirat yang mereka peroleh. Terbukti ketika mereka berangkat dengan kerudung penutup leher dan kepala, tetapi pulang dengan telanjang. Mereka berangkat sendiri, namun pulang diantar seorang bujang. Dan yang lebih tragis dan mengenaskan lagi –na`udzubillahi min dzalik– mereka berangkat dengan perut kempes dan pulang dengan perut berisi bayi tanpa jelas bapaknya. Salah siapa ini? Ustadznya kah? Atau Ataukah Orang tuanya? Atau siapa? Lalu bagaimana solusinya?

Islam agama yang mulia terbebas dari sifat cela. Islam menuntut umatnya hidup mulia tanpa noda. Maka bisa dipastikan kerusakan yang terjadi di dunia pendidikan tingkat atas atau tingkat bawah, di kota atau di desa, di masjid Jami’ atau di surau, atau di mana saja adalah karena mereka telah membuang dan melalaikan tuntunan Islam. Mereka mendiskreditkan Islam atau meninggalkan proses belajar mengajar ala Islam yang akan membuahkan muslimah yang tangguh dan kuat pendiriannya, tetap tegak meski topan dan badai menghantamnya.

Gejala dan fakta yang menimpa sebagian muslimah dalam mencari ilmu adalah bahwa mereka mereka menuntut ilmu hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah, pekerjaan, atau gelar saja, padahal pengertian ilmu adalah yang sebagaimana dikatakan Imam Ibnul Qayyim رحمه الله :

اَلْعِلْمُ قَالَ اللهُ وَ قَالَ الرَّسُوْلُ وَ قَالَ الصَّحَابـَةُ هُمْ أَوْلَو العِرْفَانِ

“Ilmu adalah firman Allah, sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dan perkataan para shahabat merekalah orang-orang yang berilmu”

Wahai ukhti fillah, bahwasanya Islam semenjak cahayanya terbit telah memerintahkan kaum wanita untuk menuntut ilmu yang bermanfaat. Tentunya dengan metode yang tidak melanggar syar’i, yaitu tidak ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan), bahkan khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan di tempat yang sepi), atau apa saja yang melanggar syar’i. Lain halnya dengan wanita masa kini, sungguh jauh berbeda dengan keadaan wanita-wanita salafiyah terdahulu.

Adapun ilmu yang wajib dipelajari setiap muslimah adalah ilmu yang berkaitan dengan Al-Kitab (Al-Qur’an) berikut tafsirnya, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, Tauhid dan Fiqh.

Metode thalabul ilmi syar`i bagi wanita dapat diperoleh dengan beberapa cara diantaranya dengan membaca kitab-kitab Islam, mendengarkan kaset Islami sampai kajian rutin dan mengikuti ceramah ilmiah. Perlu ditekankan di sini bahwa metode ini semua harus dilakukan atau ditempuh dengan mengikuti bimbingan para ulama salaf dan menghindari pelanggaran-pelanggaran syariat meskipun hanya perkara kecil.

Seorang ibu akan banyak mengambil faedah dari ilmu ini, karena dia sebagai madrasah, pendidik sekaligus teladan bagi anak-anaknya, ia mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya menjadi anak yang sholih dan sholihah, yang mana hal ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah.

Figur shahabiyah yang tepat dalam memilihkan madrasah bagi anaknya adalah Ummu Sulaim binti Milhan yang mengutus anaknya (Anas bin Malik) untuk menjadi Khadim (pelayan) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sekaligus menuntut ilmu dan bermulazamah bersama beliau Shallallahu ‘Alaihi wa sallam. Lain halnya dengan mayoritas ibu-ibu masa globalisasi ini, mereka justru memilihkan sekolah bagi anak mereka sekolah yang tidak mengajarkan ilmu syar’i secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa jam saja dalam sepekan.

Ilmu syar`i akan berpengaruh kepada seluruh kehidupan muslimah pada umumnya. Ilmu syar’i akan mendorong muslimah untuk menjadikan rumahnya berdengung dengan dzikir dan bacaan Al-Qur’an yang tidak terdengar darinya nyanyian-nyanyian, senandung yang hampa dan maksiat-maksiat lainnya Namun perlu diingat bahwa orang-orang kafir dan orang-orang fasiq tidak ada yang suka bila kaum muslimah meneguk dan meminum ilmu syar`i. Maka bagi seorang wanita muslimah perlu berhati-hati terhadap propaganda dan makar serta umpan dan jerat mereka yang mereka pasang di setiap jalan. Hanya wanita yang lalai dari ilmu syar’i saja yang akan tertarik dan termakan oleh makar mereka, naudzubillahi min dzalik, dan hanya muslimah yang mendalami ilmu syar`i yang akan selamat dan mampu menolak serta melawan tipu muslihat dan makar mereka.

Seorang muslimah juga wajib membekali dirinya dengan ilmu sebelum memasuki jenjang pernikahan, sehingga ia dapat menunaikan kewajibannya sesuai dengan tuntunan syari’at.

Sebagai seorang istri, seorang muslimah juga dituntut untuk menjadi istri yang shalihah sehingga ia bisa menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan justru menjadi fitnah atau musuh bagi suami. Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash (, Rasulullah ( bersabda :

( اَلدُّنـــْيــَامَتـَاعٌ وَخَيْرُ مَتـَاعِ الدُّنْيـَا اَلْمَرْ أَ ةُ الصَّالِحَةُ ( رواه مسلم

“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah” (HR. Muslim) Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat-sifat wanita shalihah :

( …فَالصَّالِحَاتُ قَانِـتـَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ ( النساء : 34

“… maka wanita yang sholihah, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka”. (QS. An Nisaa:34).

Berkata Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi dan Syaikh Salim Al Hilali حفظهما الله : “Wanita yang sholihah adalah yang menunaikan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mentaatinya, mentaati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dan menunaikan hak-hak suaminya dengan mentaatinya dan menghormatinya, serta menjaga harta suami, anak-anak mereka dan kehormatannya tatkala suami tidak ada”

Bagi seorang muslimah yang belum menikah maka sebagai anak ia wajib taat pada kedua orangtuanya selama tidak dalam kemaksiatan.

Semua fungsi dan peran tersebut tidaklah mungkin dicapai kecuali dengan menuntut ilmu syar’i, sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh para muslimah generasi terdahulu (salafus sholih). Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri ( , ia berkata :

قَالَتْ النـِّسَاءُ لِلنــَّبِيِّ : “غَلَبــَـنَا عَلــــَيْكَ الرِّجَالُ فَاجْعـَلْ لَنَا يَوْمـًا مِنْ نــَفْسِكَ” فَوَعَدَهُنَّ يـَوْمـًا لَقِيـَهُنَّ فِيْـهِ فَوَعَظَـهُنَّ وَأَمــَرَهُنَّ . رواه البخار

“Berkata kaum wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam : “Kami telah dikalahkan oleh kaum lelaki (dalam ilmu), maka jadikanlah bagi kami satu harimu (agar engkau mengajarkan kepada kami apa yang telah Allah ajarkan kepadamu). Maka beliau mebuat perjanjian kepada mereka untuk menentukan hari pertemuannya, maka beliau menasehati mereka dan memerintahkan mereka (bersedekah) pada hari tersebut (H.R.Bukhari)

Sesungguhnya alam dunia ini adalah rumah tempat beramal dan akhirat adalah rumah tempat kembali. Bersemangatlah untuk menuntut ilmi syar`i yang bermanfaat dan mohonlah kepada Allah agar Dia mengajarkan kepada kita pengetahuan dan pemahaman dan Dia jadikan ilmu itu bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akherat.

 

 

Bolehkah Wanita Bersiul?

Bismillah. Bersiul termasuk perbuatan yang dibenci. Ibnu Muflih mengatakan, dalam Al-Adab Asy-Syar’iyah, bahwa Syekh Abdul Qadir mengatakan, “Bersiul dan tepuk tangan adalah dua perbuatan yang dibenci.” (Adab Syar’iyah, 4:57)

Di antara dalilnya adalah:

1. Allah mencela kebiasaan orang musyrikin yang suka bersiul dan bertepuk tangan. Allah berfirman,

وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً

Tiada ibadah (yang) mereka (lakukan) di Baitullah kecuali sebatas bersiul dan bertepuk tangan.” (QS. Al-Anfal:35).

2. Terdapat riwayat bahwa bersiul merupakan kebiasaan kaum Nabi Luth ‘alaihis salam.

Hukum di atas, berlaku baik untuk laki-laki maupun wanita. Allahu a’lam.

 

;