Amalan Bagi Wanita yang Pahalanya Seperti Syahid di Jalan Allah

Sebagai pemeluk agama islam, syahid dijalan Allah adalah sebuah cita – cita yang sangat diimpikan, tak terkecuali bagi para muslimah. Dalam agama islam tidak ada perbedaan derajat antara laki – laki dan perempuan, keduanya memiliki posisi yang sama dihadapan Allah, yang membedakan hanyalah hati dan amal perbuatan saja.

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisa : 124)

Allah memberikan kesempatan yang sama bagi setiap hambanya untuk belomba – lomba dalam kebaikan, namun sudah menjadi Sunnatullah pada umumnya wanita diciptakan tidak setangguh dan sekuat laki – laki, terlebih lagi setiap wanita akan mengalami priode menstruasi, sehingga tidak akan bisa sempurna dalam menjalankan sholat lima waktu dan puasa ramadhan.

Lalu bagaimana cara wanita untuk masuk surga ?

Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila seorang wanita (istri) itu telah melakukan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga harga dirinya dan mentaati perintah suaminya, maka ia diundang di akhirat supaya masuk surga berdasarkan pintunya mana yang ia suka (sesuai pilihannya).”
(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani)

Sungguh begitu beruntung para wanita yang beriman, Allah telah menjanjikannya untuk dapat memasuki surga berdasarkan pintu manapun yang ia sukai. Bahkan bagi seorang istri apabila sang suami ridha terhadapnya, maka Insya Allah surga lah sebaik – baik tempat kembalinya.

“Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya ridha terhadapnya, maka dia akan masuk surga. “ (HR. Tirmidzi).

Pahalanya seperti para syuhada

Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam pernah bersabda : “Dari mulai hamil, melahirkan, dan menyapih, seorang perempuan akan mendapatkan pahala layaknya pejuang di jalan Allah. Jika ia meninggal dalam rentang masa tersebut, ia mendapat pahala syahid di jalan Allah.” (HR. Ibnu Jauzi)

“Mati syahid ada 7 selain yang terbunuh di jalan Allah: Orang yang mati karena thaun, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena ada luka parah di dalam perutnya, syahid. Orang yang mati sakit perut, syahid. Orang yang mati terbakar, syahid. Orang yang mati karena tertimpa benda keras, syahid. Dan wanita yang mati, sementara ada janin dalam kandungannya.” (HR. Abu Daud)

Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguknya ketika Ubadah sedang sakit. Di sela-sela itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

“Tahukah kalian, siapa orang yang mati syahid di kalangan umatku?”

Ubadah menjawab: ‘Ya Rasulullah, merekalah orang yang sabar yang selalu mengharap pahala dari musibahnya.’

Berarti orang yang mati syahid di kalangan umatku cuma sedikit. Orang yang mati berjihad di jalan Allah, syahid, orang yang mati karena Tha’un, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena sakit perut, syahid. Dan wanita yang mati karena nifas, dia akan ditarik oleh anaknya menuju surga dengan tali pusarnya. (HR. Ahmad)

Pengorbanan yang dilakukan wanita selama proses kehamilan, melahirkan, nifas, dan menyusui adalah pengorbanan berat yang ditanggung sendiri oleh wanita selama bertahun-tahun. Allah menyamakan hal tersebut layaknya seorang pejuang yang menghadapi bahaya di jalan Allah dan apabila meninggal maka akan mendapat pahala syahid di jalan Allah.

Semoga kita diberikan anugrah untuk menggapai cita – cita tertinggi untuk syahid di jalan Allah, dan dikumpulkan bersama para syuhada di surga.

 

Pendidikan Anak dalam Islam

Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.

Seorang pendidik, baik orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam.

Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)

Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”

Untuk itu -tidak bisa tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa tuntunan tersebut antara lain:

· Menanamkan Tauhid dan Aqidah yang Benar kepada Anak

Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)

Oleh karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya berbunyi,

يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.(Luqman: 13)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,

“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.

Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas adalah perkara tauhid.

Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain,

“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” (Thaha: 5)

Makna istiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.

Adapun dari hadits,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).

· Mengajari Anak untuk Melaksanakan Ibadah

Hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari).

“Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani).

Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.

· Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak

Dimulai dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.

· Mendidik Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlaq yang Mulia

Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.

Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.

· Melarang Anak dari Berbagai Perbuatan yang Diharamkan

Hendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.

Termasuk ke dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada Allah-, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik!

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang musik,

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

“Sungguh akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).

Maknanya: Akan datang dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram.

Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Lonceng itu serulingnya syaithan”. (HR. Muslim).

Adapun tentang gambar, guru terbaik umat ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ

“Seluruh tukang gambar (mahluk hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka jahannam”(HR. Muslim).

إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.

· Menanamkan Cinta Jihad serta Keberanian

Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.

Tanamkan pula kepada mereka kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah.

Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.

· Membiasakan Anak dengan Pakaian yang Syar’i

Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.

Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)

Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.

Demikianlah beberapa tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.

Semoga bisa bermanfaat, terutama bagi orangtua dan para pendidik. Wallahu a’lam bishsawab.

Obat dan sebab Kesembuhan

Ada akibat tentu dengan sebab. Yang demikian merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berlaku di jagad raya ini. Memang ini tidak mutlak terjadi pada seluruh perkara. Namun mayoritas urusan makhluk tak lepas dari hukum sebab dan akibat. Hukum ini merupakan hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lengkap dengan kebaikan. Makhluk mana pun tak bisa menggapai keinginannya kecuali dengan hukum sebab dan akibat. Di alam nyata ini, tak ada sebab yang sempurna dan bisa melahirkan akibat dengan sendirinya kecuali kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan sebab bagi segala sebab. Kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kekuatan yang selalu menuntut (memunculkan) akibat. Tak satu sebab pun bisa melahirkan akibat dengan sendirinya, melainkan harus disertai sebab yang lain yaitu kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan pada sebagian sebab, hal-hal yang dapat menggagalkan akibatnya. Adapun kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak membutuhkan sebab yang lain kecuali kehendak-Nya itu sendiri.

Tak ada sebab apapun yang dapat melawan dan membatalkannya. Namun terkadang Allah Subhanahu wa Ta’ala membatalkan hukum kehendak-Nya dengan kehendak-Nya (yang lain). Dialah yang menghendaki sesuatu lalu menghendaki lawan yang bisa mencegah terjadinya. Inilah sebab mengapa seorang hamba wajib memasrahkan dirinya, takut, berharap, dan berkeinginan hanya ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengucapkan dalam doanya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرَضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمَعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu, dengan pemeliharaan-Mu dari siksa-Mu. Dan aku berlindung dengan-Mu dari-Mu.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

وَلاَ مَنْجَى مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ

“Tak ada tempat selamat dari Dzat-Mu kecuali kepada Dzat-Mu.” (HR. Muslim)

Di antara sekian akibat yang membutuhkan sebab adalah kesembuhan. Kesembuhan datang dengan sebab berobat. Namun, apakah setiap orang yang berobat pasti sembuh? Jawabannya tentu tidak. Karena kesembuhan itu datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan dari obat atau orang yang mengobati. Obat akan manjur dan mengantarkan kepada kesembuhan bila Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Karena itu, seorang yang berobat tidak boleh menyandarkan dirinya kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan kepada obat dan orang yang mengobati.

Manfaat Syukur, Melestarikan Nikmat

Syukur akan melestarikan nikmat

Terkadang suka muncul pikiran khawatir bahwa rezeki yang telah dimiliki mendadak hilang menjauhi diri. Yang punya uang takut uangnya berkurang, yang sedang sehat takut penyakitnya kumat. Yang naik jabatan takut jabatannya turun. Yang punya pekerjaan takut bangkrut, dan sebagainya; yang intinya takut rezekinya surut. Orang ingin melestarikan nikmat, melalui syukur maka kita akan diberikan oleh Allah  kemampuan di dalam melestarikan nikmat tersebut; Allah juga akan melestarikan dan mengokohkan nikmat bagi orang yang selalu bersyukur. Nabi  bersabda:

“Bersyukur atas nikmat Allah akan melestarikan nikmat tersebut” (HR ad-Dailami).

Orang bersyukur tak akan khawatir dengan rezekinya sebab Allah  sudah menjamin bahwa rezeki orang bersyukur akan dilestarikan. Yang perlu lebih dikhawatirkan adalah bagaimana agar ibadah tidak menurun, agar amal tidak merosot.

Pahala Syukur sama dengan Berpuasa

Orang bersyukur merupakan ibadah, sama seperti orang sakit yang sabar, dan orang yang sedang berpuasa. Nabi  bersabda:

“Orang makan yang pandai bersyukur sama derajatnya dengan orang berpuasa yang sabar” (HR. Tirmidzi).

Sungguh, Allah maha penyayang, bahwa syukur tidak hanya membawa manusia pada kebahagiaan hidup, namun ditambah pula dengan ganjaran-ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala.

 

Bukan bahagia yang membuat orang bersyukur, namun bersyukur yang dapat membuat orang bahagia.

Kita sandingkan dua kata ini “bahagia” dan “syukur.” Mana yang lebih dulu kita gapai? Maka kita perlu miliki dulu syukur, sebab kita tahu bahwa dari syukur itulah akan keluar bahagia. Syukur akan menuntun kita melaksanakan berbagai hal yang disukai Allah Taala, daripadanya akan muncul bahagia serta karunia-karunia yang lainnya dari Allah Taala.

Bersyukur membuat apapun kondisi menjadi istimewa di hadapan-Nya

Hari yang terbaik adalah hari yang istimewa, hari yang istimewa dijadikan dari sifat yang istimewa yaitu syukur. Apabila pada hari itu kita lebih banyak syukurnya maka hari itu akan menjadi hari teristimewa.

Syukur adalah cara instan mengundang kebahagiaan, syukur detik ini maka bahagia detik ini pula

Syukur merupakan cara cepat, akurat, dan cerdas mengundang bahagia. Wajah cemberut bisa langsung tersenyum, pikiran yang kusut mendadak lurus kembali.

Orang syukur tak sempat untuk sedih atau kecewa, sebab ia bagaikan air dan minyak

Lawan dari syukur adalah kecewa, sedih atau gelisah. Orang yang bersyukur maka ia telah menyingkirkan sifat-sifat yang jelek. Tak mungkin syukur didekati oleh kecewa atau sedih sebab diantara keduanya terdapat penghalang yang sangat kuat. Melalui syukur maka akan lenyaplah segala keluh kesah.

Harta sebesar ibukota tak akan pernah cukup jika tidak disyukuri

Jika kita renungi bahwa berapa pun harta yang kita miliki maka tak akan mampu memberi kita bahagia. Meski telah memiliki sepeti emas maka bahagia tak akan kunjung tiba. Namun, melalui syukur maka satu degup jantung pun telah cukup memberinya kebahagiaan.

Kesyukuran selalu berakhir dengan damainya pikiran, syukur selalu diakhiri dengan amal salih

Semua kegiatan kita yang dilandasi dengan syukur maka akan memberikan akhir yang baik, suasana hati yang syukur selalu membuka kesempatan dan kekuatan bagi kita untuk beramal salih.

 

Bersyukurlah meski hari ini sedang sempit, sebab orang bersyukur selalu dilebihkan

Pada dasarnya, orang yang bersyukur itu telah diberikan kelebihan oleh Allah  sehingga disaat ia berada pada situasi sempit ia tetap tenang. Sebab melalui kelebihan pemberian dari Allah akan membuat kondisi sempit tetap memberi manfaat.

Sering kita menginginkan apa yang orang lain dapatkan, namun kita sering lupakan apa yang telah Allah berikan

Setiap manusia telah diberikan karunia oleh Allah  Seringkali setan membujuk kita untuk melihat kelebihan orang lain, dengan melupakan karunia yang Allah berikan pada kita. Melalui syukur kita akan mampu mengelola karunia dari Allah dengan sebaik-baiknya.

Syukuri setiap pemberian, karena hal itu adalah pendidikan jiwa

Setiap pemberian dari Allah merupakan sarana pendidikan bagi keimanan kita, belajar sabar, belajar syukur, belajar ikhlas, belajar amal, belajar tafakur, belajar khusyu (penghayatan), dan aneka belajar lainnya. Melalui syukur maka semua yang diterima akan dijadikan sarana belajar menempa iman dan takwa.

Bersyukur hingga ajal menjemput

Bersyukur berguna untuk kepentingan jangka pendek (bahagia detik ini), dan syukur juga berguna jangka panjang yakni syukur sampai ajar menjemput dan di akhirat mendapat kebahgiaan hakiki (surga).

 

Sesuatu yang pahit namun disyukuri maka tampak seperti mutiara tersembunyi

Syukur itu seperti cahaya, semakin berat ujian seseorang namun jika ia tetap bersyukur maka semburat cahayanya semakin kuat, semakin istimewa.

Kenapa saat susah menyalahkan Tuhan, namun saat senang melupakan-Nya

Kita malu kepada diri sendiri jika ada orang bertanya: “Kenapa saat hidup sulit yang disalahkan Tuhan, namun saat hidup senang Tuhan dilupakan. Kenapa di saat hidup susah yang disalahkan Tuhan, di saat hidup senang ia mengaku kesenangan itu diperoleh karena ilmunya sendiri?” Kita perlu memantapkan prinsip bahwa hidup sempit adalah agar kita sabar, dan hidup lapang adalah agar kita syukur. Semuanya adalah kebaikan dari Allah agar kita menjadi pribadi-pribadi unggul. Seorang guru memberi ujian dan hadiah bagi muridnya agar mereka menjadi orang-orang hebat.

Bersyukur is Powerfull

Melalui bersyukur maka kita akan kuat. Kita mampu berdiri di atas kaki sendiri. Ketika kita kuat maka akan muncul dorongan untuk membantu yang lemah, membahagiakan yang sedih, menolong yang membutuhkan, dan selalu berpikir apa yang bisa dia lakukan untuk orang lain. Ciri-ciri orang kuat adalah munculnya keinginan untuk membantu. Dorongan itu hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang bersyukur.

Bersyukur manfaatnya untuk diri sendiri

Syukur sebenarnya manfaatnya untuk diri kita sendiri. Allah maha mulia, jika kita tidak bersyukur kepadaNya maka Dia akan tetap mulia, kemuliaan Dia tidak akan turun karena kita tak bersyukur, melainkan syukur itu manfaatnya untuk diri kita sendiri.

“Barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. Barangsiapa tidak bersyukur maka sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji” (QS. Lukman : 12).

 

Mensyukuri nikmat yang sedikit

Jika kita sebutkan nikmat-nikmat yang sedikit maka kita tak akan mampu untuk menyebutkannya sebab tak terkira banyaknya. Nabi  bersabda: Man lam yasykuril qolila lam yasykuril katsiro artinya barangsiapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri yang banyak (HR Ahmad).

Dimulai dari ingat nikmat yang kecil maka kita akan dibimbing untuk mengingat nikmat-nikmat yang besar. Orang yang tahu nikmat-nikmat yang kecil maka ia pasti mensyukuri nikmat-nikmat yang besar. Banyak orang yang tak mau bersyukur dengan nikmat yang besar maka apatah lagi nikmat yang kecil. Janganlah pula berharap rezeki yang besar apabila rezeki yang sedikit tak mau disyukuri. Enggan bersyukur akan menghilangkan (berkah) rezeki yang telah diperoleh, melalui syukur rezeki kecil tampak dan rezeki besar menghampiri.

Carilah dan Jalankan Usaha yang Baik

Bagiannya Sudah Ditetapkan

Urgensi makanan yang halal menuntut adanya usaha yang halal, sebab salah satu cara mendapatkan makanan yang halal adalah dengan sarana usaha yang halal juga. Apalagi di zaman sekarang di mana keimanan semakin tipis dan kebodohan sangat mendominasi kaum muslimin. Bagaimana tidak! Mereka sudah tidak mengenal lagi halal dan haram, bahkan ada yang menyatakan Yang haram saja susah apalagi yang halal. Padahal setiap orang sudah ditetapkan bagian rezekinya dan telah disiapkan Allah seluruhnya. Kita hanya diperintahkan mencarinya dengan cara yang baik dan sesuai koridor syariat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah usaha mencari rezeki, karena jiwa tidak akan mati sampai sempurna rezekinya walaupun kadang agak tersendat-sendat. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mengusahakannya, ambillah yang halal dan buanglah yang haram.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan Al Albani dalam Shohih Ibnu Majah no. 1741)

Jelas sekali perintah mencari usaha yang halal dalam sabda beliau di atas dan hal ini termasuk perkara besar yang sangat ditekankan dan menjadi skala prioritas utama para ulama salaf.

Fenomena yang Ada

Banyak orang menyepelekan permasalahan ini, sampai-sampai tidak pernah peduli apakah yang diusahakannya halal atau haram dan cara mendapatkannya juga halal atau haram? Apalagi di zaman sekarang penipuan, dusta, pemalsuan dan pencurian menjadi salah satu senjata utama memperoleh uang. Kalau sudah demikian adanya, bisakah diharapkan doa kita dikabulkan dan diterima Allah? Kalau sudah tidak diterima lagi doa kita, maka kita kehilangan satu senjata pamungkas menuju kejayaan umat islam, sebab doa adalah senjata kaum mukminin. Lihat berapa banyak kemenangan kaum muslimin di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah satu sebab utamanya adalah doa!

Oleh karena itu, jika sebahagian orang heran dan bertanya-tanya, Mengapa kita belum mendapat kemenangan? Mengapa kita memohon kepada Allah dan merendah diri kepada-Nya agar Ia berkenan melapangkan kesusahan yang menimpa kaum Muslimin, serta menghancurkan orang-orang zhalim, namun tidak terkabulkan? Ia heran, bagaimana dan mengapa?! Kemungkinan jawabannya adalah kelalaian kita dalam mencari makanan yang baik dan usaha kita yang baik. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya Allah taala itu baik,tidak menerima kecuali yang baik,dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para Rasul dalam firman-Nya,

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Muminun: 51)

Dan Ia berfirman,

Hai orang-orang yang beriman,makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu. (QS. Al Baqarah: 172)

Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut warnanya seperti debu mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdoa: “Ya Rabb,Ya Rabb, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!(Dikeluarkan oleh Muslim dalam az-Zakaah no. 1015, at-Tirmidzi dalam Tafsirul Quran no. 2989, Ahmad dalam Baaqi Musnad al-Muktsriin no. 1838, ad-Darimi dalam ar-Riqaaq no. 2717)

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bagaimana kondisi seseorang yang bepergian dalam kondisi kusut masai dan mengangkat kedua tangannya merendahkan diri untuk meminta kepada Allah dikabulkan doanya, namun doanya ditolak karena makanan, pakaian dan minumannya haram. Oleh karena itu seorang ulama besar bernama Yusuf bin Asbath berkata, Telah sampai kepada kami bahwa doa seorang hamba ditahan naik ke langit lantaran buruknya makanan (makanannya tidak halal) (Jaamiul Uluum wa al-Hikam 1/275). Demikian juga sahabat yang mulai Saad bin Abi Waqqash yang terkenal memiliki doa mustajab, ketika ditanya mengenai sebab doanya diterima; beliau berkata, “Aku tidak mengangkat sesuap makanan ke mulutku kecuali aku mengetahui dari mana datangnya dan dari mana ia keluar.” (Jaamiul Uluum wa al-Hikam 1/275).

Wajib Punya Ilmu

Jelas sudah dari uraian diatas, pentingnya makanan dan usaha yang halal, tentu saja hal ini menuntut setiap orang untuk sadar dan mengetahui dengan baik setiap muamalat yang dilakukannya dan mengetahui dengan jelas dan gamblang mana yang haram dan mana yang halal serta yang syubhat (tidak jelas).

Wajib bagi seorang yang akan berusaha dan mencari rizki untuk belajar halal dan haram apa yang akan menjadi usahanya. Oleh karena itu Khalifah Umar bin Khaththab berkata, Janganlah berdagang di pasar kami kecuali orang faqih, [mengerti tentang jual beli], jika tidak maka dia makan riba. (Dinukildari buku Minal Muamalaat fii al-Fiqhil Islami 19). Demikian juga Kholifah Ali bin Abi Tholib pernah berkata, Siapa yang berdagang sebelum mengerti fiqih, maka ia akan tercebur ke dalam riba, kemudian tercebur lagi dan kemudian akan tercebur lagi. artinya terjerumus ke dalamnya dan kebingungan (Dinukil dari buku Minal Muamalaat fii al-Fiqhil Islami 19). Itu pernyataan di zaman mereka yang dipenuhi ilmu, petunjuk dan takwa. Lalu bagaimana dengan zaman kita sekarang ini yang dipenuhi kebodohan, kesesatan dan kemaksiatan?!

Bagaimana Langkah Kita

Tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali kembali mempelajari aturan dan ajaran Islam tentang usaha-usaha yang diperbolehkan dan dilarang dan jenis makanan yang halal dan haram. Tentunya dengan merujuk kepada Al Quran dan Sunnah dan pemahaman para sahabat dan ulama yang mengikuti jalan mereka dengan baik.

 

Adab Dalam Membaca Al-Quran

Al Qur’anul Karim adalah firman Alloh yang tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Al Qur’an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh Ta’ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur’an. Sebagaimana sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam“Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Ketika membaca Al-Qur’an, maka seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an:

1. Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.

Dalam membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59)

2. Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.

Rosululloh bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan)

Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rosululloh telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatam kan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari) (HR. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu.

3. Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’, dengan menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.

Alloh Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Isra’: 109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.

4. Membaguskan suara ketika membacanya.

Sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam“Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhrojhurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.

5. Membaca Al-Qur’an dimulai dengan isti’adzah.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.”(QS. An-Nahl: 98)

Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.

Rosululloh shollallohu ‘alaihiwasallam bersabda, “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim). Wallohu a’lam.

 

Pengertian Ahlul Hadits

PENGERTIAN AHLUL HADITS (ASHABUL HADITS) DAN KEUTAMAAN MEREKA

Banyak ulama yang telah menyebutkan definisi Ahlul Hadits. Mungkin bisa dikumpulkan dan disimpulkan sebagai berikut : “Ahlul Hadits adalah mereka yang mempunyai perhatian terhadap hadits baik riwayat maupun dirayah, mereka bersungguh-sungguh dalam mempelajari hadits-hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan menyampaikannya serta mengamalkannya, mereka iltizam (komitmen) dengan As Sunnah, menjauhi bid’ah dan ahli bid’ah serta sangat berbeda dengan para pengikut hawa nafsu yang mendahulukan perkataan manusia di atas perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan mendahulukan akal-akal mereka yang rusak yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah”.

Diantara keutamaan Ahlul Hadits yang disebutkan oleh Ulama :
1. Ahlul hadits adalah al firqoh an najiyah (golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al Manshuroh (kelompok yang menang/ ditolong)

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah tentang Al Firqoh An Najiyah (golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al Manshuroh (kelompok yang menang/ ditolong) : “Jika mereka bukan Ahlul Hadits maka aku tidak tahu siapa mereka”.

Hal yang sama dikatakan pula oleh Yazid bin Harun, Abdullah bin Mubarak, Ahmad bin Sinan, Ali bin Al Madini, Imam Al Bukhari, dan lain-lain Rahimahullahu Ajmain.

2. Ahlul Hadits adalah pemelihara ad dien dan pembela sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Sufyan Ats Tsaury Rahimahullah berkata: “Para Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga bumi ”.

• Abu Dawud Rahimahullah menegaskan : “Seandainya bukan kelompok ini (para Ashabul Hadits yang menulis hadits-hadits) maka sungguh Islam akan hilang ”.

3. Ahlul/Ashabul Hadits adalah pewaris harta warisan dan berbagai hikmah yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

4. Berkata Imam Asy Syafi’i Rahimahullah : “Jika saya melihat salah seorang dari Ashabul Hadits maka seakan-akan saya melihat salah seorang dari shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. “. Dalam riwayat lain beliau berkata : “…..seakan-akan saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam masih hidup”.

5. Ahlul/Ashhabul Hadits adalah manusia yang terbaik

• Abu Bakr bin ‘Ayyasy Rahimahullah mengatakan: “Tidak ada satu kaumpun yang lebih baik dari Ashhabul hadits

• Kata Imam Ahmad Rahimahullah : “Tidak ada satu kaum pun menurut saya lebih baik dari Ahli Hadits, mereka tidak mengetahui kecuali hadits dan mereka yang paling afdhal berbicara tentang ilmu (Ad Dien) ”. Hal yang serupa dikatakan pula oleh Al Auza’iy Rahimahullah.

6. Al Haq (Kebenaran) senantiasa menyertai Ashhabil hadits

Harun Ar Rasyid Rahimahullah menyatakan: “Saya mencari empat hal lalu saya mendapatkannya pada empat kelompok : Saya mencari kekufuran maka saya mendapatkannya pada Jahmiyah, saya mencari Ilmu Kalam dan perdebatan maka saya mendapatkannya pada Mu’tazilah, saya mencari kedustaan maka saya mendapatkannya pada Rafidhah dan saya mencari Al Haq (kebenaran) maka saya mendapatkannya bersama Ashabul Hadits “.

7. Ahlul Hadits adalah para wali Allah Jalla jalaluhu.

Yazid bin Harun Rahimahullah mengatakan: “Seandainya Ashabul Hadits bukan para hamba dan wali Allah Subhanahu Wata’ala maka saya tidak mengetahui siapa lagi hamba-hamba dan wali-wali Allah Subhanahu Wata’ala.

Hal yang serupa dikatakan pula oleh Sufyan Ats Tsaury Rahimahullah dan Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah.

 

 

Dalam Hidup Suka Duka Pasti Menyapa

Tentunya kita semua mendambakan kehidupan indah di dunia ini. Namun, kenyataan hidup kadang tidaklah seperti yang diangan-angankan. Pasangan suami istri yang berstatus mukmin dan mukminah, tentu akan mengalami perputaran roda kehidupan. Kadang di atas, dan kadang di bawah. Ada kalanya merasakan manis dan indah dan saat tiba gilirannya, tentu pahit getirnya kehidupan tempat tinggal tangga ini akan berkunjung menghampiri. Suka dan duka tentu akan berkunjung menyapa. Pola hidup semacam inilah yang dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa. Itulah ujian dan cobaan hidup yang sudah digariskan oleh Sang Pemilik alam semesta ini. Allah berfirman,

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman“, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut: 2)

Ayat ini adalah sebuah berita yang pasti, bahwa Allah  berkehendak untuk menguji dan memberikan cobaan kepada siapapun yang telah mengaku dirinya beriman. Apa tujuan dan hikmah dibalik cobaan hidup itu? Jawabannya adalah sebagaimana yang Allah  tegaskan pada ayat berikutnya (artinya),

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.“ (Al-Ankabut: 3)

Cobaan hidup dengan beragam bentuknya merupakan ujian keimanan seseorang. Dengan ujian, akan tampak siapa yang jujur dan siapa pula yang tidak jujur dalam keimanannya. Dengan ujian hidup pula, cahaya iman yang telah menerangi sebuah rumah tangga akan tampak, apakah cahaya itu akan terus terang ataukah hanya sebatas cahaya semu yang perlahan meredup dan akhirnya padam sama sekali.

Sebuah keluarga mukmin harus bersiap-siap menghadapi ujian ini. Di sisi lain, perlu ditanamkan keyakinan juga bahwa  ujian dan cobaan hidup itu tidak hanya berupa musibah, bencana, dan kesempitan hidup. Bahkan kesenangan, kebahagiaan, kemudahan, dan kelapangan hidup pun, merupakan cobaan yang mesti akan dilalui oleh setiap keluarga beriman. Hal ini telah dinyatakan sendiri oleh Dzat Yang akan memberikan ujian dalam firman-Nya (artinya),

“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (Al-Anbiya’: 35)

⦁    Agar Lulus Ujian

Orang yang sukses hidupnya adalah orang yang lulus dalam menjalani ujian-ujian tersebut. Ia berhasil membawa diri dan keluarganya menempuh masa-masa ujian dengan meraih predikat “keridhaan Allah”. Itulah puncak karier hidup yang sesungguhnya. Apapun bentuk ujian itu, baik berupa kelapangan dan kesenangan, maupun kesempitan dan kesusahan, semua dijalaninya dengan tetap mematuhi rambu-rambu syariat. Baginda nabi  telah memberitakan tentang sikap seorang mukmin yang jujur keimanannya dalam menghadapi cobaan, sebagaimana dalam sabdanya (artinya),

“Benar-benar menakjubkan urusan dan keadaan seorang mukmin itu, hal ini karena sungguh seluruh keadaannya baik. dan kondisi ini tidak dimiliki oleh seorang pun kecuali yang benar-benar beriman. Ketika diberikan kepadanya kesenangan dan kelapangan hidup, ia bersyukur, dan ini baik baginya. Ketika ditimpa musibah dan kesempitan hidup, ia bersabar, dan ini baik baginya.” (HR. Muslim no. 5318)

Hadits ini merupakan “kunci jawaban” dari “soal” ujian yang pasti akan dijalani oleh setiap mukmin. Yang lulus adalah yang berhasil menjawab ujian dan tantangan hidup tersebut dengan benar. Bersyukur kala datang sesuatu yang menyenangkan hati, dan bersabar saat tibanya musibah dan kenyataan hidup yang tidak disukai.

⦁    Ujian Pertama dan Jawabannya

Ujian dan cobaan hidup pertama adalah kesenangan. Dengan dibukanya pintu kenikmatan, maka seorang hamba harus menjawabnya dengan syukur. Barangkali sebagian orang memandang bahwa ujian hidup berupa kesenangan itu lebih mudah dilalui dan gampang untuk mengantongi predikat lulus. Apakah demikian kenyataannya?

Jawabannya tidak. Justru bisa jadi banyak orang yang tidak lulus ketika diuji dengan kenikmatan. Dengan kata lain, banyak orang yang belum bersyukur ketika merasakan kesenangan dan kelapangan hidup. Allah  telah memberitakan hal ini dalam kitab-Nya yang suci (artinya).

“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih (bersyukur).“ (Saba’: 13)

Kalau ada yang mengatakan, “Bukankah syukur itu mudah? Tinggal mengucapkan alhamdulillah atas segala nikmat yang diberikan kepada kita, itu sudah cukup!” Para pembaca, sebatas ucapan tersebut belum masuk kriteria syukur yang sebenarnya. Syukur harus diwujudkan dengan hati, lisan, dan anggota badan.

Ketika seseorang mendapatkan kenikmatan, pertama kali yang harus dia lakukan adalah menanamkan sebuah keyakinan di hatinya bahwa hanya Allah  sajalah yang kuasa untuk memberikan kenikmatan tersebut. Kenikmatan hanya datang dari-Nya. Kalau seseorang dilapangkan rezekinya misalnya, ia tidak boleh memandang bahwa rezeki yang ia peroleh adalah semata-mata buah dari usaha dan kerja kerasnya selama ini. Lupa kepada Allah .

Berikutnya bersyukur dengan lisan yaitu memuji Allah  Sang pemberi nikmat. Misalnya dengan mengucapkan alhamdulillah. Kemudian selanjutnya ia memanfaatkan nikmat tersebut untuk amal kebaikan. Walaupun lisannya mengucapkan alhamdulillah berulang kali, ia belum disebut sebagai orang yang bersyukur kalau ia belum memanfaatkan dan membelanjakan rezeki yang ia miliki untuk kebaikan. Maka dari itu, memang berat untuk merealisasikan syukur. Nikmat yang Allah  berikan kepada hamba-Nya sangatlah banyak, tidak bisa dihitung. Satu nikmat saja, belum tentu kita bisa mensyukurinya dengan syukur yang sebenarnya. Semoga Allah  membantu kita untuk menjadi hamba-Nya yang pandai bersyukur.

⦁    Ujian Berikutnya dan Jawabannya

Ujian hidup berikutnya adalah kesedihan. Menghadapi kenyataan hidup yang tidak menyenangkan adalah ujian yang mesti dijawab dengan sabar. Para ulama menjelaskan bahwa sabar adalah menahan diri dari sikap tidak terpuji, menahan lisan dari berkeluh kesah, dan menahan anggota badan dari tindakan-tindakan tidak terpuji yang menunjukkan pelampiasan rasa kecewa dan tidak terima terhadap kenyataan yang ada, seperti menampar wajah, merobek baju, dan sebagainya. Sifat dan perangai sabar merupakan pemberian dan karunia Allah yang paling baik dan paling luas. Untuk bisa meraih pemberian-Nya tersebut, seseorang perlu melatih dan menempa dirinya untuk senantiasa sabar. Rasulullah  bersabda (artinya),

“Dan barangsiapa yang (berusaha untuk) bersabar, maka Allah akan menjadikan ia bisa bersabar. Tidaklah ada suatu pemberian dan karunia yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Muslim no. 1745)

Perhatikan hadits Nabi  berikut, barangkali bisa menjadi materi bimbingan untuk berlatih sabar. Nabi  bersabda,

“Tidaklah ada sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik berupa kepayahan, rasa sakit, duka lara, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, dan bahkan tertusuk duri sekalipun, kecuali Allah akan menggugurkan dosa dan kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5210)

Anda juga bisa melatih diri Anda untuk bersabar dengan menyadari bahwa untuk meraih al-Jannah, pasti akan melewati berbagai rintangan yang tidak disukainya. Musibah dan kesengsaraan haruslah ia lalui. Allah berfirman (artinya),

“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk al-Jannah, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)

⦁    Akhir Kata

Berbeda dengan ujian nasional di sekolah-sekolah yang setiap siswa dilarang saling bekerjasama dalam mengerjakan soal, maka ujian hidup yang dihadapi oleh keluarga perlu dipecahkan bersama seluruh anggota keluarga. Hal itu diwujudkan dengan bentuk saling menasehati dan mengingatkan untuk senantiasa ingat kepada Allah , kekuasaan, keadilan, dan kehendak-Nya yang mutlak serta hikmah di balik ujian dan cobaan yang sedang dialami. Allah  berfirman (artinya), ”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.“ (Al-Hadid: 22-23)

Wallahu Ta’ala a’lam bish shawab.

 

Masihkah Kau Tidak Memberikan Maaf Kepadanya

Setiap orang pasti punya salah, salah tutur kata atau salah perbuatan. Lantas, kita sebagai orang yang disakiti, apakah kita bisa memaafkan kesalahan orang tersebut ataukah kita memendam amarah tersebut selama kita menjalani kehidupan ini?

Wahai pembaca, yang semoga dirahmati oleh Allah, sungguh islam datang dengan membawa ajaran yang damai dan menentramkan hati setiap insan. Islam mengajarkan untuk bermudah-mudah dalam memberikan maaf. Simaklah ayat Allah berikut tentang ciri-ciri orang bertaqwa yang akan mendapatkan balasan surga, balasan kenikmatan yang tiada tara :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”.[1]

Alangkah indahnya ajaran umat islam ini. Sosok teladan umat islam, Nabi Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga memberikan teladan yang memikat hati. Simaklah cerita yang disampaikan oleh sahabat mulia, Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

كُنْتُ أَمْشِى مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانِىٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ ، فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِىٌّ فَجَذَبَهُ جَذْبَةً شَدِيدَةً ، حَتَّى نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ أَثَّرَتْ بِهِ حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ جَذْبَتِهِ ، ثُمَّ قَالَ مُرْ لِى مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِى عِنْدَكَ . فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ ، فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ

“Saya pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengenakan baju buatan negeri Najran yang kasar tepinya. Lalu ada seorang Arab Badui yang menemuinya, kemudian ia menarik-narik selendang beliau dengan kuat. Saya melihat leher beliau terdapat bekas ujung baju karena kerasnya tarikan orang Badui itu. Kemudian ia berkata, “Wahai Muhammad berilah kepadaku harta Allah yang ada padamu.” Beliau menoleh kepada orang Badui itu. Sambil tersenyum, beliau menyuruh untuk memenuhi permintaan orang Badui itu”.[2]

Contoh sikap agung yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa beliau bisa sangat bersabar dengan tabiat arab badui tersebut. Beliau tidaklah menampakkan kemarahan kepada badui tersebut, bahkan membalasnya dengan yang lebih baik yaitu dengan suguhan senyuman manis dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Betapa diri ini tidak semakin cinta kepada nabi akhir zaman ini. Perangai dan tutur kata beliau sangatlah sopan dan santun. Akan tetapi, sudahkah kita bisa mempraktekkan perbuatan yang dicontohkan oleh beliau? Mudah memberikan maaf, bahkan membalas keburukan orang lain dengan kebaikan?

Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan kepada kita semua hidayah-Nya agar hari-hari kita selalui dihiasi dengan akhlak yang mulia sesuai dengan tuntunan alquran dan sunnah.

 

Etika Bercanda

Arrahman Arrahim, atas kasih sayang Allah ta`ala kepada umatnya maka syariat-syariat itu ada, dan Allah melalui Rasul-Nya sudah mengaturnya dari hal-hal yang terkecil hingga yang terbesar, dari hal yang dianggap remeh sampai hal serius. Syariat mengisi seluruh ruang dan waktu kehidupan manusia, khususnya kaum muslimin.

Salah satu syariat islam yang agung adalah mengatur bagaimana kita bisa tersenyum. Karena dengan senyum tersebut banyak sekali faedah dan mafaatnya. Salah satunya adalah kita bisa mendapatkan pahala karena ternilai sebagai shadaqah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ صَدَقَة

“Senyummu dihadapan saudaramu adalah shadaqah” (HR. Ibnu Hibban No. 474)

Dalam hal ini, erat kaitanya antara senyum dan bercanda meskipun tidak semua senyum berasal dari bercanda. Namun pastinya harapan dari sebuah canda adalah munculnya sebuah senyuman, karenanya dua hal ini telah diatur dalam syariat islam. Islam mengajarkan hendaknya canda dan tawa kita sesuai batasan dan aturan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa sallam :

لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Janganlah kalian banyak tertawa, karena sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah No 4183)

Berikut etika yang telah diajarkan oleh islam supaya canda kita bisa mendekati bagaimana cara bercanda Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam :

  1. Niat baik karena Allah ta’ala
  2. Memperhitungkan waktu dan ruang yang pas
  3. Melihat situasi dan kondisi tepat
  4. Menjauhi hal-hal yang dilarang dalam islam (dusta, dhalim, ghibah, dll).

Sebagai suri taudalan umat ini, terdapat saat-saat tertentu Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam mencontohkan bagaimana beliau bercanda seperti ketika Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam bercanda untuk membahagiakan istrinya, Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam mengajaknya berlomba lari. Di lain waktu beliau juga pernah menjulurkan lidahnya untuk menggoda cucunya, Hasan bin Ali, yang masih kecil. Tidak hanya itu, Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa sallam juga bercanda tatkala menjawab pertanyaan seorang sohabiah yang sudah tua terkait tentang penghuni surga. Begitulah sekilas canda Beliau yang menunjukkan kesempunaan pribadi beliau, dengan tanpa mengurangi wibawa dan kesempurnaan akhlak beliau.

Sebagai seorang muslim, bolehlah canda tawa menghiasi hari-hari kita. Hal ini bisa menambah luwesnya kita sebagai seorang muslim, sebagaimana Nabi kita juga bercanda sebagai bukti kesempurnaan akhlak beliau dihadapan para sahabatnya. Wallahu a`lam.

 

;